Pemilik Senyum Manis

She’s Not My Type


Akhir-akhir ini aku mulai gerah. Rasanya sudah nggak nyaman sekali hidupku di kantor. Kenapa? Ada saja teman kantor yang menjodohkanku dengan salah satu staff junior di divisi finance. Namanya Naura.

Bukan apa-apa sih. Tu cewek bukan tipeku banget. Dia tomboy meski nggak terlalu mencolok karena hijabnya. Tapi sumpah deh. Dia dekil banget. Mukanya polosan tanpa sapuan make up sedikit pun. Bahkan sekedar lipbalm pun nggak.

Meski dia memiliki senyum yang manis tapi dia beda banget sama cewek-cewek yang selama ini dekat denganku. Mereka modis dan ahli dalam mengenakan alat tempur cewek. Trendilah penampilannya. Jadi, nggak bakal malu-maluin kalau diajak nongkrong sama teman.

Sedangkan bersama Naura. Tu cewek benar-benar percaya bahwa penampilan polos mampu menampilkan inner beauty. Padahal itu adalah pemikiran bodoh yang pernah ada. Dia pikir cowok mapan dan keren sepertiku bakal suka sama cewek polos yang dekil? Meski senyumnya menawan. Oh tentu saja nggak bakal, sayangku.

Dia nggak tahu apa ya? Rasa suka itu berawal dari pandangan. Kalau dipandang aja sudah nggak sedap, siapa juga yang bakal ngelirik. Huh.

Sayangnya anak-anak malah semakin gencar menggoda kami. Dan itu nggak hanya sekali-dua kali. Hampir setiap hari. Jika ada kesempatan kami terlihat bekerja berdua, maka entah cuitan atau dehaman bernada menggoda yang mereka berikan.

Permasalahannya adalah kami berada di divisi yang sama. Aku juga menjadi atasan langsung tu cewek. Jadi, secara otomatis intensitas kami bekerja sama jadi semakin sering. Andai aku nggak punya sikap profesional pasti aku sudah memaki semua orang.

Tapi nggak ku lakukan. Aku sangat menyadari kenyamanan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap efektifitas pekerjaan. Jadi, aku berusaha menahannya. Meski dia bukan typeku dan sangat mengganggu kenyamananku sendiri.

“Pak Genta cocok lho sama Mbak Naura,” kata Nina sekretaris direksi dengan nada yang entah memuji atau menghina. Waktu itu bahkan nggak ada Naura di sampingku.

Aku tersenyum tipis. “Akunya lebih suka kamu, Nin. Gimana dong?” balasku. Dan berhasil. Pipinya semakin merona.

“Pak Genta mah bisa aja becandanya,” kata Nina sembari menjauh dariku. Dia kembali ke kubikelnya tepat di depan ruangan CEO.

Begitulah. Ketika ada yang menggodaku meski tanpa kehadiran Naura, maka aku akan balas menggodanya. Nggak perduli sekali pun kami sedang berada di pantry.

Maksudku sih agar mereka berhenti menggoda. Tapi, nyatanya mereka enggan berhenti. Ah, aku benci keadaan ini.

Teman sekantor seolah mempunyai kewajiban menjodoh-jodohkan staff yang masih jomblo. Kalau perlu sampai berhasil dengan hubungan mereka. Bahkan sampai menikah. Kalau cantik sih aku nggak bakal nolak.

***

Ku akui, Senyumnya Cukup Manis


“Ra, kita cek laporan piutang di ruang meeting ya!”

Meski rasanya enggan, aku tetap mengajaknya bekerja sama. Agar lebih cepat selesai sih laporannya. Langsung sesuai dengan mauku dan direksi. Tanpa ada revisi berkali-kali yang membuatku lebih sering satu frame dengannya.

“Baik, Pak,” jawabnya sambil tersenyum.

Aku tahu pandangan menggoda teman-teman staff didekatnya. Maklum saja. Tempat kerja Naura hanya berupa barisan meja satu setengah biro yang dipartisi setinggi dada jika mereka dalam posisi duduk. Nggak heran jika mereka akan mendengar apapun yang dibicarakan disebelahnya.

“Cieh, Naura mau mojok lagi sama Pak Bos,” bahkan aku masih mendengar nada menggoda mereka pada Naura. Tapi biarlah bukan urusanku. Naura nggak akan berani menggoda diriku. Bukankah tadi sudah ku bilang dia sangat polos?

Saat hendak memasuki ruang meeting, aku berpapasan dengan Dani. Sepertinya dia baru saja selesai meeting dengan Pak Bari. Kami bertegur sapa dan sejenak membahas masalah pekerjaan sebelum Naura mengintrupsi kami untuk masuk ke ruangan. Ku lihat tu cewek melempar senyum pada Dani. Harus ku akui, senyumnya memang sedikit manis.

“Ta, loe barengan siapa ke pesta kantor minggu depan?” Tanya Dani sesaat setelah Naura melewati kami.

“Oh itu. Nina sudah setuju sih bareng gue. Kenapa Dan?” aku bertanya balik.

Ku lihat arah pandangan Dani jauh ke dalam ruangan melewatiku. Dia pasti sedang ingin melihat bagaimana ekspresi Naura. Tapi masa bodoh. Sejak awal, aku nggak pernah menanggapi godaan orang-orang kantor secara berlebihan. Aku pun nggak pernah mengiyakan setiap godaan itu.

Intinya, aku nggak pernah memberi cewek itu sinyal sedikit pun. Bukan salahku jika dia mengartikan lain.

“Bukan apa-apa. Gue duluan ya!”

***

Pemilik Senyum Manis


Pestanya meriah. Itulah kata yang bisa mendeskripsikan pesta perusahaan tempatku bekerja. Aku sedikit bisa bernapas lega karena malam ini aku bersama Nina. Yah, seenggaknya teman-teman kantor bisa berhenti menggodaku dan Naura.

Cewek itu entah akan kemari bersama siapa? Jika tebakanku benar, maka bisa jadi dia akan kemari bersama Dani. Ku dengar mereka bersahabat. Bahkan beberapa hari terakhir, ku lihat mereka selalu pulang bersama.

Aku nggak cemburu. Aku malah senang andai hubungan mereka berkembang bukan hanya sebagai sahabat. Pacar misalkan.

Kalian tahulah, nggak ada yang namanya persahabatan antara cowok dan cewek. Salah satu atau bahkan keduanya pasti memiliki sedikit rasa. Katakan saja kagum yang kemudian akan berkembang menjadi suka. Bahkan bisa jadi cinta.

“Aku nggak tahu kalau Naura bisa secantik itu,” kata Nina sembari melihat ke arah pintu masuk ballroom hotel Amaris.

“Kamu bercanda ya, Nin. Si dekil itu mana mungkin…,” belum selesai aku mengatakan apa maksudku, aku telah melihatnya. Berjalan memasuki tempat pesta dengan anggun di sebelah Dani.

Benar kata Nina. Pemilik senyum manis itu memang cantik malam ini. Apa dia berdamai dengan peralatan cewek hanya untukku. Agar terlihat cantik di mataku. Dan dia berhasil malam ini.

Aku nggak menyangka dia akan seanggun itu.

“Pak Genta mau deketin Mbak Naura ya? Dari tadi melihatnya gitu banget dah,” bisik Nina.

Sial, Nina menggodaku.

Aku sungguh nggak menyadari kalau tatapanku pada Naura memang seperti yang dipikiran Nina. Tapi apa perduliku. Dia memang cantik. Bukan hanya senyumnya yang manis. Keseluruhan dirinya benar-benar menggoda.

Andai dia berpenampilan begini setiap hari, aku juga nggak akan keberatan digoda oleh teman-teman kantor. Kalau itu saja belum cukup, aku juga nggak akan keberatan jika dia mau berhubungan denganku. Berpacaran atau apalah namanya.

Saat itulah, ku lihat Dani meninggalkannya. Entah dia bodoh atau apa. Bagaimana mungkin dia meninggalkan cewek secantik itu di tengah pesta. Meski hanya sekedar mengambil minuman.

“Pak, tuh mumpung Mas Dani pergi. Kenapa nggak disamperin aja Mbak Naura?”

Oke lampu telah berubah warna. Menjadi hijau kala netranya mengarah padaku. Dia melemparkan senyumnya. Sangat manis.

Nggak bisa ditunda lagi. Malam ini dia akan menjadi pacarku. Selanjutnya akan ku buat dia hanya berpenampilan cantik begitu. Cantik dan menggoda setiap saat. Aku bahkan nggak keberatan jika harus merogoh kocek terlalu dalam untuk itu. Toh, cewek kan memang suka dimanjakan.

“Hai, Ra,” sapaku setelah tatapannya nggak berpaling sedikitpun dariku.

“Eh Pak Genta. Pasangannya kemana?” dia bertanya sembari menoleh ke kanan dan ke kiri. Mungkin dia mencari Nina yang tadi bersamaku.

Kali ini siapa yang perduli pada Nina, jika ada cewek secantik Naura di hadapanku. Pemilik senyum manis ini memang nggak pernah menyadari pesonanya sendiri.

“Gimana kalau kamu saja yang menjadi pasanganku malam ini?” aku mencoba menggodanya.

Raut wajahnya sedikit terkejut. Harus begitu. Dia nggak akan menyangka bahwa aku akan mendekatinya seperti ini kan? Harusnya dia mulai berbangga hati dan merasa bahagia tentu saja.

Oh ayolah! Siapa sih yang nggak bisa menyadari perasaan Naura padaku selama ini? Nggak ada. Semua orang di kantor sudah mengetahui jika Naura menyukaiku. Hanya aku yang pura-pura buta selama ini.

Tapi akan ku pastikan. Mulai malam ini aku nggak akan menganggapnya sebuah gangguan. Aku akan dengan senang hati bersamanya.

“Em… Aku sudah bersama Dani malam ini, Pak. Jadi, maaf!” katanya sembari melangkah menjauhiku. Dia mendekati Dani yang sedang berbincang dengan Pak Bari.

Pemilik Senyum Manis
Sumber : freepik.com

Sial

Ku pikir dia akan dengan senang hati menggandeng tanganku. Memamerkannya pada teman-teman sekantor yang selama ini sudah habis-habisan menggoda kami.

Tapi apa ini?

Dia malah mendekati Dani dan memberikan senyuman termanisnya pada cowok itu. Sahabatnya. Ku lirik sekitarku. Hanya tatapan geli yang ku temukan. Benar-benar double sial.

[End]

Posting Komentar

20 Komentar

  1. Syukurin kena batunya ..double sial jadinya. Huh ngejekin cewek yang dekil lah kusam lah..kegantengan bener sih si Genta
    Sama Dani aja lah Naura..setuju banget akutuuu

    BalasHapus
  2. Rasain, emang enak dikacangin? Kekeke. Aku setuju sama Naura, gpplah jual mahal dikit sama si Bapak, kekekek. Biarin aja Pak Genta gantian yang usaha mati-matian, wkwkwkw.

    BalasHapus
  3. Nah nyesalkan jadinya, wkwkwk
    Makanya jadi cowok tuh jangan sombong gitu, kasihan kan dicuekin hahaha...
    Saya suka kamu Naura, gitu dong jadi cewek.
    Eh, pembaca baper 🤣

    BalasHapus
  4. Sukaa endingnya. Hehe tapi kasian juga ya si mas e dicuekin milih sama Deni.
    Dulu ngejekin gak bisa dandan sirih. Salah sendiri. Eh, beneran suka sama Dani nggak ini sih mbak?
    Masih bisa dilanjut ni ceritanya. siip mbak

    BalasHapus
  5. Wkwkwkwk endingnya menohok! Gokil banget nih. Suka kesel sama cowok sok cakep kayak Pak Genta itu. Cewek gak mau dandan tuh gak berarti jelek. Yekaan? Giliran udah pake riasan, klepek-klepek dah hahahah.
    Lanjutkan Mba Yuni! Keren

    BalasHapus
  6. Duh, aku senyum-senyum sendiri baca akhirnya. Mau bilang sukurin, dicuekin kan? Pura-pura aja sih selama ini. Giliran dandan cantik, klepek klepek deh

    BalasHapus
  7. Judulnya mah skak mat ini. Pukulan telak buat Genta yg sok jadi bos kegantengan. Wkwkwk...Lah masak iya, udah dateng ama Dani juga, mau diserobot. Huf...

    BalasHapus
  8. Loh kok udah end sih kak? Ga ada lanjutannya gitu, Pak Genta ngejar-ngejar Naura kek ato rebutan sama Dani gitu? .

    BalasHapus
  9. Makanya Pak Genta, jangan lihat cewek pas dandan aja, lihatlah ketika tanpa make up, hahaha. Nyesel kan ternyata si Naura lebih memilih Dani yang menerimanya dengan baik, eaaa

    BalasHapus
  10. Jatuh cinta kadang bisa berawal dari kekesalan loh. Jangan menyepelekan cewek dekil ah. Mgkn dia pedenya ya seperti itu. Bukan dari polesan, apalagi operasi plastik��

    BalasHapus
  11. Wkwkwk... savage nih naura
    Ko aku ikut puas ya
    Kuapok ngga boss digituin cewe?

    BalasHapus
  12. Hahahaah, sukuriiinnn... tapi aku pernah ngalamin real life kaya gini sih...haha.
    Ah rupanya ceritanya langsung tamat? Lagi doongg...

    BalasHapus
  13. Syukurin, Pak Genta. Hehe, kesel juga sih dia cuma liat fisik aja coba...
    She deserves someone better than him

    BalasHapus
  14. Wakaka kau membaca dengan seksama ini.. lagi lihat cewek cari luarnya aja nyahokkk kan :) lagi mba lagi ceritanya hehee

    BalasHapus
  15. yaaah sudah berharap banyak ternyata endingnya tak seperti yang diharapkan . Apakah ini namanya Ge Er ya hehehehe. Duh mudah mudahan ada kelanjutannya yang happy ending gitu

    BalasHapus
  16. Senyum manis katanya itu bisa datang juga dari wajahku eaaa
    Pipi saya jadi merona aja rasanya baca ini

    BalasHapus
  17. Makanya jangan liat cewek dari penampilannya aja, begitu pakai make up, kelar deh idup loe... wkkw. Gemes deh kalau ada laki2 macam begini. Awalnya aja menghina2, eh setelah ceweknya glow up deket2... hmm.. Lebih milih sama cowok yang bisa menerima perempuan apa adanya, pas dekil ataupun pas glow up tetap hayuk aja.

    BalasHapus
  18. Sial, mana ada yang namanya persahabatan cowok cewek tanpa melibatkan perasaan yang tidak perlu. Ah, rasanya cuma omong kosong doang ��

    BalasHapus
  19. Malam kamis, baca cerpen cewek yg bersenyum manis

    BalasHapus
  20. Haha ceritanya kocak bener, aku suka😊👍

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.