Mie Jowo "Penyebab" Gedubrak




Hari jum’at adalah hari yang paling menyenangkan. Apalagi buat pekerja swasta seperti yuni yang punya weekend. Jadi, kalau sudah sore bawaannya senyum-senyum aja terus, memikirkan bahwa besok hari punya waktu libur dan bebas tepar seharian di kosan.

Sepulang dari kantor, masih setia dengan gawai, yuni membuka aplikasi edit foto. Benar. Saat ini, yuni sedang mengerjakan sebuah project. Kalau ditanya project tentang apa, nanti akan yuni ceritakan lebih lengkapnya di kesempatan lain. tentu saja setelah projectnya selesai ya.

Sibuk dengan gawai itu kadang membuat kita lupa apapun, termasuk lupa kalau perut belum mendapat jatahnya. Kita mah asyik berselancar di dunia antar berantah bernama daring itu. Walhasil ketika adzan isya’ berkumandang, perut yunipun mulai bernyanyi minta diisi. Baiklah, segera meletakkan ponsel, mengambil dompet dan segera menuju warung mie jowo langganan. Penyakit lama, malas sekali bermain di dapur. Selain itu juga karena memang tidak ada bahan apapun untuk dimasak.

“Mas, pesan mie jowo ya. Satu saja dan dibungkus”, ujarku setelah tiba di warung mie jowo di depan gang kosan yuni.

Setelah memastikan si Mas penjual mencatat pesananku, aku melihat ke sekitar. Ada beberapa pelanggan tengah menyantap makanan mereka sebagian lagi menunggu pesanan di hidangkan. Yang membuat sedikit tidak nyaman, semua pelanggan itu adalah kaum adam. Bahkan penjual dan pelayannya juga dari kaum yang sama. Sehingga, praktis hanya yuni yang berasal dari kaum ibu hawa. Mana sendirian juga yuni perginya.

Oke, nggak masalah. Yuni kan Cuma mau beli mie jowo aja. Dibungkus pula, nggak akan butuh waktu lama nungguinnya.

Tanpa menoleh kanan kiri, yuni segera mencari kursi yang letaknya sedikit terpisah dari para pelanggan itu. Niat hati, ingin duduk nyaman sambil menunggu mie jowo selesai dimasak dan dibungkus.

Memang benar, terkadang kehendak hati nggak selalu sesuai dengan kenyataan. Begitu yuni mendapatkan kursi yang terpisah, apa yang terjadi.

Gedebug… Sesuatu terdengar seperti durian mateng jatuh dari pohonnya.

“Astaghfirullah”, seruku.

Ternyata kursi plastiknya ada bagian yang pecah. Saat yuni mau duduk, hijab yuni nyangkut di sana. Yuni yang nggak ingin menduduki hijab berusaha untuk melipat hijab, eh malah si kursi nyangkut itu ikut ketarik ke belakang, tanpa yuni tahu. Dan bisa dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Durian montong jatuh dari pohonnya. Jangan tanya gimana posisi jatuhnya.

“Mbak, nggak papa?”, Tanya pelayan warung menghampiri yuni dan berniat sedikit membantu mungkin. Namun dia terlihat segan.

“Nggak papa, Mas”, jawabku sambil segera bangkit tanpa menoleh kesana-kemari.

Rasa sakitnya sih nggak seberapa. Malah nggak terasa sama sekali. Hanya saja rasa malunya itu lho. Rasanya berharap bumi membelah dan yuni masuk kedalamnya saja. Ingin balik kanan dan pulang kok yo sudah terlanjur pesan.

Akhirnya sambil menahan rasa malu, yuni tetap menebalkan muka menunggu di sana. Cuek saja duduk di sekitar para pelanggan dan pelayan yang kesemuanya adalah lelaki itu. Nggak yuni perdulikan lagi, pelanggan-pelanggan yang mungkin menatap kasihan atau malah menertawakan yuni malam itu. Yuni lagi dalam mood muka tembok.

Begitu selesai dibungkus, si pelayan menyerahkan sebungkus mie jowo dan yuni memberikan uang pembayaran. Tanpa basa-basi, yunipun langsung ngeloyor pergi pulang. Masha Allah, malunya. Mie jowo membuatku “gedubrakan”. Hehe.

With Love




Filia Suka Nulis

Posting Komentar

11 Komentar

  1. Iya yah jatuh bikin kita jadi malu padahal kan kecelakaan. Sebenarnya orang pada ngerti tapi tetap saja merasa malu 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe,,, sakitnya itu nggak seberapa kan, Mbak. Malunya itu yang luar biasa memang. Rasanya pingin tenggelam ke dalam bumi.

      *lebaymodeon

      Hapus
  2. Hehe..saya ketawa sendiri baca cerita ini. Saya jadi membayangkan bagaimana kejadian tersebut niat ingin duduk nyaman malah jatuh. ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak usah dibayangkan, Mbak. Malu sekali rasanya. Hehehe

      Hapus
  3. Hehehe...ngakak saya Mbak bacanya. Gak kebayang deh ya warna muka kayak apa. Tapi masih nyicil ayem, karena dah dapat mie jowo yang lezat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Malunya mbak. Mana pelanggannya kan laki semua.

      Hapus
  4. Hehe, kisah yang tak terlupakan pastinya ya, Mbak. Gegara pengen Mie Jowo, jadi deh sebuah postingan di blog. Apapun memang bisa jadi bahan tulisan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kisah memalukan pun jadi ya mbak. Semoga bisa menghibur ya mbak. Hehehe

      Hapus
  5. Mbak, enggak posisi duduk kan jatuhnya. Maksudnya enggak di tulang belakang?
    Semoga enggak apa-apa ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Posisinya duduk sih mbak. Tapi alhamdulillah, posisinya rendah. Jadi benturannya tidak keras.

      Hapus
  6. Kalau daku mesan makanan untuk dibawa pulang, malas buat duduk menunggu di dalam barengan sama pengunjung yang makan di tempat.
    Syukurlah gak apa² ya mbak, abaikan malu kan gak ada yang kenal hehe

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.