Arti Sahabat - Sebuah Kesalahan

Beberapa saat yang lalu, Diana menerima sebuah undangan pernikahan. Tampak sangat elegan dengan dominasi warna maroon dan tulisan bertinta warna emas. Keberadaan glitter semakin menambah manis undangan itu. Diana menyukainya dan bertekad akan menghadiri pernikahan siapa pun yang namanya tertulis sebagai pasangan di sana. Namun tiba-tiba, sesuatu hal mengganjal dalam benaknya.

Diana mengerutkan kening dan mengamati semakin intens. Dia sangat mengenali desaign undangan ini. Tak salah lagi.

Ini adalah desaign undangan yang sengaja dia rancang untuk pernikahannya kelak. Bahkan pemilihan warna sampul dan tulisan pun sama. Juga glitternya. Tidak ada nama mempelai di halaman depan undangan. Dia memang menginginkannya begitu, agar terkesan misterius. Meski orang tidak akan repot memikirkan hal itu. Orang-orang hanya akan melihat sepintas, lalu meletakkannya sembarangan. Atau malah langsung dibuang. Meski demikian, tidak menyurutkan antusiasnya memikirkan konsep itu.

Bisa jadi hanya kebetulan saja, pikir Diana. Jika memang benar, bukankah ini kebetulan yang sangat mirip? Ataukah …

Lalu dia membuka undangan itu. Matanya kembali tercengang melihat siapa nama pasangan yang bersanding di sana. Bukan nama yang asing. Dia bahkan sangat mengenali nama-nama itu. Nerisa dan Farhan. Dua orang yang selama ini dia yakini sebagai sahabatnya.

Kini, dia mengerti semuanya. Mengapa ada kebetulan yang luar biasa seperti ini? Sejak awal, dia sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Namun, kesibukan membuatnya tidak bisa membantu persiapan pernikahan itu. Dia merasa sangat menyesal karenanya. Tetapi ini …

Teringat beberapa hari lalu dia bertemu dengan Nerisa.

“Duh, yang mau nikah. Maaf ya, nggak bisa bantu apa-apa!” ucap Diana tulus.

Nerisa tersenyum manis sekali sebelum menanggapi, “Iya, tahu deh yang sibuk dengan bisnis.”

Diana memang sangat sibuk. Dia memutuskan terjun dalam dunia bisnis setelah dia memutuskan keluar dari pekerjaannya dua tahun lalu. Kini, dia berhasil menjadi supplier busana muslimah yang mendesaign produknya sendiri. Dia bahkan sudah merekrut banyak karyawan untuk membantu mengembangkan usahanya.

“Jadi, aku bisa bantu apa nih?” tanya Diana.

“Kamu sudah banyak membantu kok selama ini, Di,” jawab Nerisa.

Tadinya, Diana tidak mengerti maksud ucapan Nerisa. Namun, setelah dia memegang undangan Nerisa, dia mulai memahaminya. Tentu saja dia sudah banyak membantu. Konsep undangan ini misalnya. Bukankah ini adalah buah dari pemikirannya. Atau jangan-jangan, bukan hanya konsep undangan saja yang Nerisa adopsi. Bisa jadi …

Sumber : hijrahcinta.home.blog

“Ner, aku suka sekali sama pantai. Jadi, aku akan menikah di tepi pantai kelak,” curhat Diana ketika mereka sedang mengunjungi Pantai Ancol beberapa tahun silam.

“Nggak di Ancol juga ‘kan, Di?” tanya Nerisa mengonfirmasi.

“Ya nggaklah,” jawab Diana.

“Jadi, Bali kalau gitu?” Tanya Nerisa lagi.

“Alila Villas Soori, Bali,” jawab Diana penuh diplomasi.

“Gila. Itu kan tempat Raffi dan Gigi resepsi?” Nerisa takjub.

“Kamu pikir, buat apa juga aku sebegini gigihnya ngurusin bisnis busana muslimah?” tanya Diana, “Nggak lain dan nggak bukan adalah demi pernikahan impian yang memang nggak sedikit biayanya,” imbuhnya.

Waktu itu, Diana menceritakan konsep pernikahan impiannya pada Nerisa. Betapa akan sangat menyenangkan menurutnya, jika kelak akad pernikahan itu diabadikan di pinggir pantai. Yah, tepat menghadap bibir pantai. Akan ada sebuah gazebo untuk dia dan pasangannya yang dikelilingi bunga-bunga berwarna putih. Dimana jalan sepanjang gazebo itu juga akan dihiasi bunga-bunga yang sama. Dan ketika malam telah beranjak akan ada kerlip lampu yang menyempurnakan lokasi itu. Benar-benar konsep akad dan resepsi pernikahan yang sempurna.

Kini, dia mulai bertanya-tanya. Apakah Nerisa hanya akan mengambil konsep undangan pernikahannya saja? Ataukah dia juga mengambil konsep akad dan resepsi pernikahan impiannya? Dalam undangan itu tertulis lokasi pernikahan di salah satu hotel di Bali. Alila Villas Soori, Tabanan, Bali. Nama hotel yang dia sebutkan saat bercerita pada Nerisa. Kebetulan yang sangat kebetulan.

Baca juga cerita lainnya




“Mbak Di, gaun-gaun untuk bridesmaid pernikahan Mbak Nerisa sudah siap. Mbak Di mau cek dulu?” tanya Mega salah satu karyawannya yang mengurusi bagian produksi.

Bahkan, dia sudah mengusulkan untuk menyiapkan busana bridesmaid untuk Nerisa. Namun, ternyata konsep pernikahan mereka adalah dari kepalanya. Tidak bisa dipercaya. Dia menjadi pembantu terbesar dalam menyiapkan pernikahan itu. Sementara dirinya? Calon suami saja belum punya.

“Aku nggak mau ngecek lagi, Meg. Pastikan saja kamu antar semua gaun-gaun itu ke tempat Nerisa ya!”

“Kalau nanti ada yang kurang, Mbak. Biasanya ‘kan Mbak Di cek dulu sebelum launching,” protes Mega.

“Tumben kamu nggak percaya diri begini?” sindir Diana.

Mega memang karyawan yang sangat Diana percayai. Hasil pekerjaannya rapi dan tidak mudah mengeluh jika diberi deadline yang menggila sekalipun. Dia tidak pernah merasa minder dengan hasil kerjanya. Selalu percaya diri meski Diana selalu mengomel setiap melakukan cek akhir kesiapan peluncuran produk busana muslimah mode terbaru.

==========

Diana melangkah ke tempat acara pernikahan Nerisa. Sempurna. Ini benar-benar konsep pernikahan impian yang selalu dia ceritakan pada sahabatnya. Gazebo di tengah sebagai fokus semua tamu undangan, dipenuhi bunga-bunga dengan dominasi warna putih. Jalan setapak yang diciptakan sepanjang jalan menuju gazebo juga dihiasi bunga-bunga dengan warna senada.

“Gimana Di? Kamu bisa melihat dengan jelas konsep yang kamu rancang. Ini hebat, Di,” puji Nerisa yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih. Dia sedang menggandeng lengan Farhan yang tersenyum lebar sekali.

“Terima kasih ya sudah mengonsep pernikahan kami sampai sebegini kerennya,” tambah Farhan. “Kamu memang sahabat terbaik, Di,” puji Farhan.

Diana hanya tersenyum kecut. Nampak jelas kebahagiaan yang terpancar dari dua insan di hadapannya. Dia segera berbalik setelah memberi ucapan selamat kepada mempelai dan berjalan menjauh dari tempat acara. Dia hanya ingin tidur dan segera kembali pada kenyataan.

Semua impiannya telah diambil. Bahkan tanpa permisi. Oleh seorang yang mengaku sahabatnya. Dan dia tidak bisa berbuat apa-apa.

“Di,” panggil Nerisa. Meski kesusahan, kali ini Nerisa mengejar Diana sendirian. Tanpa suaminya. Mungkin dia tahu, sahabatnya ini mungkin sedang marah padanya. “Kamu nggak suka sama konsepnya?”

“Ner, kamu harusnya tahu, ini impianku,” keluh Diana.

“Iya. Makanya aku bantuin kamu buat lihat langsung versi nyata impianmu itu,” kata Nerisa seolah tanpa beban.

“Tapi nggak di pernikahan kamu, Ner,” tolak Diana sengit.

“Maafkan aku, Di.”

Diana menghembuskan napas kasar. “Ini pernikahanmu. Kembalilah dan tunjukkan senyum kebahagiaanmu. Aku pergi,” pamit Diana.

Sumber : diarywardah.blogspot.co,id

Nerisa tahu dia telah kehilangan. Meski di masa depan nanti Diana tetap bersikap baik padanya, sejatinya dia telah kehilangan sosok Diana. Sahabat yang selama ini selalu ada untuknya. Dia tahu seharusnya dia membicarakan ini sebelum menggelar pernikahan seperti ini. Namun, dia tetap saja mencuri konsep pernikahan impian Diana. Ini kesalahannya sendiri.

“Apa semua baik-baik saja? Diana kemana?” tanya Farhan mendekati Nerisa.

“Ya, ku harap semua baik-baik saja,” jawab Nerisa.

Lalu mereka berdua kembali menjadi pusat acara.

[End]

With Love




#challengenulisblogjadibuku
#day7

Posting Komentar

20 Komentar

  1. Iih... bikin gondok banget itu mah... kenapa ngga nyari ide sendiri? Atau seenggaknya izin dulu kek...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gondok banget kan, mbak. Yuni juga gitu sih. Hehehe

      Hapus
  2. Jadi penasaran akankah kembali lagi nantinya Diana itu? Ditunggu . . .

    BalasHapus
  3. Aku kalau jadi Diana bakal kesel juga sih apalagi kalau tanpa permisi meski sama sahabat sendiri tapi beberapa hal kan tetep pengen ingin jadi punya kita ya termasuk pernikahan impian. Ceritanya sukses bikin gondok nih mbak qiqiqi, lanjutkaaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masha Allah, jadi seneng banget Yuni tu. Terima kasih, Mbak Yasinta

      Hapus
  4. Waduh... padahal judulnya sahabat, ya? Hiks kok sedih membacanya... terkadang sahabat yang nikah duluan bikin kita kehilangan...Ini dobel.. berikut kehilangan kepercayaan.. Semoga hanya cerita belaka, ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena bisa jadi orang yang kita anggap sahabat tidak menganggap kita demikian. Hehehe

      Hapus
  5. Kadang kita jangan terlalu mengumbar juga ya rencana² yg sifatnya pribadi. Apa mau dikata, sahabat tadinya tempat curhat yah...segala diceritain. Huhuhu...kzl...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mbak Hani. Bukannya tidak mudah percaya sih. Cuma ya jaga-jaga saja sih. Hehehe

      Hapus
  6. IIhhhh mbak, bikin baper banget deh... kalo aku jadi diana, aku kayaknya langsung nangis deh pas lihat wujud nyata konsep pernikahan impiannya itu. atau bahkan aku gak sanggup untuk datang ke acaranyaaa... hiks.... pasti sakit banget rasanya, kecewa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan kalau belum datang, kita nggak tahu gimana konsepnya. Jadi kudu dateng dulu dong ya. Hehehe

      Hapus
  7. Rasanya mempunyai satubkonsep yang dicuri oleh sahabat, nggak enak banget, ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak enak banget, Mbak. Meski Yuni nggak ikut merasakan, tapi kebayang betapa menyesakkannya. Hehehe

      Hapus
  8. Kalau aku jadi Diana, aku akan dengan senang hati melihat sahabatku bisa memakai konsep yang aku bangun. Nah, kalau gak pengen ada yang pakai kenapa harus diceritakan. Tapi salah Nerisa juga sih enggak izin Diana dulu. Jadi kesan yang aku tangkap adalah mereka sahabat yang kurang dekat, hehehe. Tapi, bagus ceritanya aku baca sampai akhir, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah iya, missing plot nih. Oke deh Mbak Eni. Terima kasih. Hehehe

      Hapus
  9. Ini bukan hanya kesalahan kecil, tapi kesalahan besar dan fatal. Kalau saya jadi Diana, habis tuh harga dirinya di depan suaminya. Akan saya bongkar kebusukan istrinya itu, kalau dia sudah mencuri ide bukan membantu. Hiiih pembaca emosi nih, hahaha

    BalasHapus
  10. Kalo kayak gitu, mending simpen aja ya konsepnya. Ntar aja kalo dah punya calon, baru deh ngerancang²...

    BalasHapus
  11. Dari cerita persahabatan diana dan nerisa,aku mengambil suatu makna.
    Bahwa tak semuanya harus diceritakan ke orang lain meski sahabat sekalipun.
    Walau sudah berteman lama,kita gak tau kedepan seperti apa, ada hal yang harus di share ke sahabat dan ada yang harus kita simpan sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Kak. Kita pasti punya sisi yang nggak ingin diketahui orang

      Hapus

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.