Gita melangkahkan kakinya memasuki sebuah pondok pesantren di daerah Probolinggo. Pondok Pesantren Nurul Falah, tempatnya menghabiskan masa-masa SMA. Ada banyak perubahan di sini. Banyak gedung yang sudah direnovasi dan lebih banyak gedung yang baru dibangun. Dia bahkan hampir tidak mengenali jalan mana yang akan membawanya ke asrama tempat dia tinggal.
Dulu sekali, dia bahkan tidak ingin menghabiskan waktunya di sini. Dia bahkan merengek pada kedua orang tuanya untuk tetap membiarkannya bersekolah di SMA di dekat rumahnya. Namun, semua terjadi begitu saja. Dia bahkan tidak bisa membantah saat dia diantar mendaftar ke sekolah di pondok pesantren ini.
“Kamu akan merasa nyaman di sini, sayang. Percaya sama ibu. Kamu akan punya banyak teman dan sahabat dari luar daerah juga,” begitu kalimat hiburan ibunya ketika akan melepaskan dia di sini sendirian.
Dan ibunya memang benar. Gita bahkan tidak sabar ingin segera kembali ke pesantren ketika liburan telah tiba.
Kini setelah bertahun-tahun meninggalkan tempat ini, rasa rindu itu hadir. Bahkan menyesakkan dada dan mencekik leher, hingga dia tidak tahu lagi bagaimana rasanya bernapas. Gita memutuskan untuk menapak tilas semua kenangan yang tertinggal di tempat ini. Kenangan bersama para sahabatnya.
Gita melangkah pelan, semakin dalam menuju gedung pusat informasi. Dia menikmati sensasi rasa haru yang muncul ketika melalui jalan-jalan yang dulu sering kali dia lewati. Dan kenangan demi kenangan itu muncul di kepala Gita. Nampak jelas sekali, seolah ada seseorang yang menekan tombol play untuk sebuah video tiga dimensi di depan matanya.
Dia seolah melihat sosok dirinya beberapa tahun lalu, mengenakan seragam khas sekolah ini, berjalan bersama kedua sahabatnya menuju sekolah. Hal ini menerbitkan senyum di wajah sendu Gita. Masih terasa segar ingatan dia apa saja yang mereka bahas selagi berjalan berdampingan.
“Git, Ustadz Ezhar makin lama makin ganteng aja ya,” kata Lala memulai obrolan.
“Kenapa? Kamu naksir beliau?” tanya Meme menanggapi.
“Nggak usah mimpi, La. Ustadz Ezhar seleranya nggak mungkin kayak kita,” ejek Gita kala itu yang langsung disambut gelak tawa kedua temannya.
Percakapan yang khas anak pesantren tentang bagaimana mereka mengagumi sosok guru yang mengajarkan mereka. Tak perduli apakah mereka masih lajang atau tidak.
Video tiga dimensi itu kini berpindah di tempatnya berpijak saat ini. Sebelah kantor pesantren. Saat itu bertepatan dengan hari ulang tahun Gita. Setelah seharian dia dicuekin tidak hanya oleh kedua sahabatnya, tetapi juga oleh teman-temannya yang lain, sore itu dia mendapati dirinya bermandikan beberapa butir telur yang sengaja dipecahkan di kepalanya. Seakan belum cukup hanya itu, teman-temannya juga menambahkan seember air comberan yang dituang di atas kepalanya. Semua hal itu membuat Gita mual dan muntah-muntah. Namun juga menimbulkan keharuan yang mendalam tatkala memikirkan bahwa teman-temannya mengingat hari ulang tahunnya.
“Selamat ulang tahun ya, Git. Maaf kami nyuekin kamu seharian,” ucap Lala malam hari setelah sorenya mengerjai gadis itu habis-habisan. Dia juga menyodorkan sepiring roti tawar yang sudah mereka hias dengan mentega, messes, susu dan chacha.
Namun, kejadian itu menimbulkan efek yang kala itu sungguh memalukan. Bagaimana tidak? Paginya saat semua anak sedang menghadiri pengajian di musholla, Gita dan semua teman seasramanya yang terlibat dalam acara ulang tahun itu dipanggil ke kantor pesantren. Mereka diberi tindakan disipliner karena menimbulkan keributan. Dengan jilbab warna hijau pupus ngejreng, mereka diminta berdiri di depan musholla. Terbayang betapa malunya menjadi pusat perhatian anak-anak yang sedang ikut pengajian. Belum lagi ditambah Ustadz Ezhar yang kebetulan menjadi mengisi pengajian itu.
“La, Ustadz Ezhar tu. Habis sudah kesempatanmu, La. Dia bakal ilfeel sama kamu,” bisik Meme yang masih sempat-sempatnya mengejek Lala.
“Iya ni. Gimana dong Git?” tanya Lala yang juga berbisik pada Gita.
“Ya sudah sih. Tanpa kejadian ini juga Ustadz Ezhar nggak bakalan melirik kamu, La,” bisik Gita yang disambut cekikian tawa tertahan oleh Meme.
Video tiga dimensi itu menghilang. Ketika semua kejadian memalukan itu dikenang saat ini, Gita malah tersenyum. Begitu banyak kenangan yang dia lukiskan selama tiga tahun waktunya di pesantren ini.
Kini saat dia ingin memulai hidupnya yang baru, sebelum dia melangkah menjalani status yang berbeda, Gita ingin ingin kembali mengulang semua kenangan-kenangan ini. Setidaknya mengulang semua dalam kepalanya, dalam ingatannya yang masih segar. Semua hal yang membuatnya bisa bertemu dengan calon jodohnya. Hal-hal yang tak pernah berani dia pikirkan dulu pun, sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Namun, satu hal yang mengganjal di hatinya.
“Gita,” seseorang menyebutkan nama pelan seolah tak yakin.
Gita menoleh ke asal suara. Seorang gadis dengan gamis polos berwarna maroon dan hijab motif bunga berdiri di hadapannya. Gadis itu terkejut mendapati Gita di sini setelah sekian lama tak pernah berkunjung bahkan ketika acara Haul Akbar pendiri pesantren. Ada banyak kabar yang dia dengar. Salah satunya adalah pernikahan Gita dengan seseorang yang dulu sekali pernah dia kagumi. Seseorang yang sampai sekarang selalu menjadi teman berdiskusi yang menyenangkan. Seseorang yang selalu dia inginkan untuk menjadi jodohnya. Dan seseorang yang pernah mematahkan hatinya.
“Assalamualaikum, La,” sapa hangat Gita pada Lala.
Sejenak Lala terlihat bimbang. Namun, kemudian dia memeluk sahabatnya erat setelah menjawab salam.
“Lama sekali tak menjumpaimu, La,” ucap Gita sesaat setelah mereka selesai mengaji di asta.
“Salahmu juga tidak pernah berkunjung kemari.”
Mereka terdiam. Masing-masing larut dalam pemikirannya. Tidak ada yang berinisiatif untuk memulai perbincangan. Hal ini aneh, jika melihat latar belakang mereka yang selalu ramai ketika saat SMA dulu. Ditambah lagi ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Seharusnya banyak yang mereka perbincangkan. Kisah dan kejadian yang semestinya mereka ceritakan pada teman lama. Atau setidaknya pembicaraan mengenai kejadian masa lalu yang mengundang tawa.
“Aku akan menikah, La,” ungkap Gita pada akhirnya.
“Iya. Aku sudah dengar dari Ustadz Ezhar,” sahut Lala.
“Kamu tidak marah?” tanya Gita hati-hati.
Lala hanya tersenyum. Pada akhirnya dia sadar. Bukan salah Gita jika semua berakhir seperti ini. Bukan salah Gita jika ternyata dia tidak dijodohkan dengan orang yang dia cintai. Dan bukan salah Gita jika ternyata Gita lah yang dipinang oleh lelaki pujaannya. Lala sepenuhnya menyadari, jodoh sama dengan maut. Tidak ada yang pernah mengetahui misterinya selain Allah Aza Wajalla.
“Tidak. Untuk apa aku marah?” jawab Lala dengan nada yang ceria.
“Bukankah kamu …” Gita belum menyelesaikan ucapannya ketika Lala memotongnya.
“Kamu nggak benar-benar berpikir aku sungguhan suka sama Ustadz Ezhar ‘kan Git?” tanya Lala.
“Tapi …”
“Aku dulu cuma bercanda kok. Seperti katamu, Ustadz Ezhar nggak mungkin melirikku. Wong pandangannya cuma mentok sama kamu saja. Gimana bisa ada aku?” ungkap Lala yang kemudian tertawa.
“Jadi …”
“Jadi Gita, selamat ya. Nanti kalau diijinkan pengasuh, aku akan hadir di acara walimahanmu”
Yah, inilah tujuan Gita kembali mengenang kisahnya di Pondok Pesantren Nurul Falah. Dia ingin menemui sahabatnya yang dulu selalu mengagumi calon suaminya. Orang yang membuatnya tidak pernah bisa mengakui bahwa dia juga jatuh dalam pesona yang sama. Ustadz Ezhar.
End
With Love
#chalengenulisblogjadibuku
#day6
Sumber : sahabatnesia.com |
Dulu sekali, dia bahkan tidak ingin menghabiskan waktunya di sini. Dia bahkan merengek pada kedua orang tuanya untuk tetap membiarkannya bersekolah di SMA di dekat rumahnya. Namun, semua terjadi begitu saja. Dia bahkan tidak bisa membantah saat dia diantar mendaftar ke sekolah di pondok pesantren ini.
“Kamu akan merasa nyaman di sini, sayang. Percaya sama ibu. Kamu akan punya banyak teman dan sahabat dari luar daerah juga,” begitu kalimat hiburan ibunya ketika akan melepaskan dia di sini sendirian.
Dan ibunya memang benar. Gita bahkan tidak sabar ingin segera kembali ke pesantren ketika liburan telah tiba.
Kini setelah bertahun-tahun meninggalkan tempat ini, rasa rindu itu hadir. Bahkan menyesakkan dada dan mencekik leher, hingga dia tidak tahu lagi bagaimana rasanya bernapas. Gita memutuskan untuk menapak tilas semua kenangan yang tertinggal di tempat ini. Kenangan bersama para sahabatnya.
Gita melangkah pelan, semakin dalam menuju gedung pusat informasi. Dia menikmati sensasi rasa haru yang muncul ketika melalui jalan-jalan yang dulu sering kali dia lewati. Dan kenangan demi kenangan itu muncul di kepala Gita. Nampak jelas sekali, seolah ada seseorang yang menekan tombol play untuk sebuah video tiga dimensi di depan matanya.
Dia seolah melihat sosok dirinya beberapa tahun lalu, mengenakan seragam khas sekolah ini, berjalan bersama kedua sahabatnya menuju sekolah. Hal ini menerbitkan senyum di wajah sendu Gita. Masih terasa segar ingatan dia apa saja yang mereka bahas selagi berjalan berdampingan.
“Git, Ustadz Ezhar makin lama makin ganteng aja ya,” kata Lala memulai obrolan.
“Kenapa? Kamu naksir beliau?” tanya Meme menanggapi.
“Nggak usah mimpi, La. Ustadz Ezhar seleranya nggak mungkin kayak kita,” ejek Gita kala itu yang langsung disambut gelak tawa kedua temannya.
Percakapan yang khas anak pesantren tentang bagaimana mereka mengagumi sosok guru yang mengajarkan mereka. Tak perduli apakah mereka masih lajang atau tidak.
Video tiga dimensi itu kini berpindah di tempatnya berpijak saat ini. Sebelah kantor pesantren. Saat itu bertepatan dengan hari ulang tahun Gita. Setelah seharian dia dicuekin tidak hanya oleh kedua sahabatnya, tetapi juga oleh teman-temannya yang lain, sore itu dia mendapati dirinya bermandikan beberapa butir telur yang sengaja dipecahkan di kepalanya. Seakan belum cukup hanya itu, teman-temannya juga menambahkan seember air comberan yang dituang di atas kepalanya. Semua hal itu membuat Gita mual dan muntah-muntah. Namun juga menimbulkan keharuan yang mendalam tatkala memikirkan bahwa teman-temannya mengingat hari ulang tahunnya.
“Selamat ulang tahun ya, Git. Maaf kami nyuekin kamu seharian,” ucap Lala malam hari setelah sorenya mengerjai gadis itu habis-habisan. Dia juga menyodorkan sepiring roti tawar yang sudah mereka hias dengan mentega, messes, susu dan chacha.
Namun, kejadian itu menimbulkan efek yang kala itu sungguh memalukan. Bagaimana tidak? Paginya saat semua anak sedang menghadiri pengajian di musholla, Gita dan semua teman seasramanya yang terlibat dalam acara ulang tahun itu dipanggil ke kantor pesantren. Mereka diberi tindakan disipliner karena menimbulkan keributan. Dengan jilbab warna hijau pupus ngejreng, mereka diminta berdiri di depan musholla. Terbayang betapa malunya menjadi pusat perhatian anak-anak yang sedang ikut pengajian. Belum lagi ditambah Ustadz Ezhar yang kebetulan menjadi mengisi pengajian itu.
“La, Ustadz Ezhar tu. Habis sudah kesempatanmu, La. Dia bakal ilfeel sama kamu,” bisik Meme yang masih sempat-sempatnya mengejek Lala.
“Iya ni. Gimana dong Git?” tanya Lala yang juga berbisik pada Gita.
“Ya sudah sih. Tanpa kejadian ini juga Ustadz Ezhar nggak bakalan melirik kamu, La,” bisik Gita yang disambut cekikian tawa tertahan oleh Meme.
Video tiga dimensi itu menghilang. Ketika semua kejadian memalukan itu dikenang saat ini, Gita malah tersenyum. Begitu banyak kenangan yang dia lukiskan selama tiga tahun waktunya di pesantren ini.
Baca juga kisah sahabat yang lain
Kini saat dia ingin memulai hidupnya yang baru, sebelum dia melangkah menjalani status yang berbeda, Gita ingin ingin kembali mengulang semua kenangan-kenangan ini. Setidaknya mengulang semua dalam kepalanya, dalam ingatannya yang masih segar. Semua hal yang membuatnya bisa bertemu dengan calon jodohnya. Hal-hal yang tak pernah berani dia pikirkan dulu pun, sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Namun, satu hal yang mengganjal di hatinya.
“Gita,” seseorang menyebutkan nama pelan seolah tak yakin.
Gita menoleh ke asal suara. Seorang gadis dengan gamis polos berwarna maroon dan hijab motif bunga berdiri di hadapannya. Gadis itu terkejut mendapati Gita di sini setelah sekian lama tak pernah berkunjung bahkan ketika acara Haul Akbar pendiri pesantren. Ada banyak kabar yang dia dengar. Salah satunya adalah pernikahan Gita dengan seseorang yang dulu sekali pernah dia kagumi. Seseorang yang sampai sekarang selalu menjadi teman berdiskusi yang menyenangkan. Seseorang yang selalu dia inginkan untuk menjadi jodohnya. Dan seseorang yang pernah mematahkan hatinya.
Sumber : ittifaqiah.ac.id |
“Assalamualaikum, La,” sapa hangat Gita pada Lala.
Sejenak Lala terlihat bimbang. Namun, kemudian dia memeluk sahabatnya erat setelah menjawab salam.
“Lama sekali tak menjumpaimu, La,” ucap Gita sesaat setelah mereka selesai mengaji di asta.
“Salahmu juga tidak pernah berkunjung kemari.”
Mereka terdiam. Masing-masing larut dalam pemikirannya. Tidak ada yang berinisiatif untuk memulai perbincangan. Hal ini aneh, jika melihat latar belakang mereka yang selalu ramai ketika saat SMA dulu. Ditambah lagi ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Seharusnya banyak yang mereka perbincangkan. Kisah dan kejadian yang semestinya mereka ceritakan pada teman lama. Atau setidaknya pembicaraan mengenai kejadian masa lalu yang mengundang tawa.
“Aku akan menikah, La,” ungkap Gita pada akhirnya.
“Iya. Aku sudah dengar dari Ustadz Ezhar,” sahut Lala.
“Kamu tidak marah?” tanya Gita hati-hati.
Lala hanya tersenyum. Pada akhirnya dia sadar. Bukan salah Gita jika semua berakhir seperti ini. Bukan salah Gita jika ternyata dia tidak dijodohkan dengan orang yang dia cintai. Dan bukan salah Gita jika ternyata Gita lah yang dipinang oleh lelaki pujaannya. Lala sepenuhnya menyadari, jodoh sama dengan maut. Tidak ada yang pernah mengetahui misterinya selain Allah Aza Wajalla.
Baca juga Kisah Tentang Pernikahan
“Tidak. Untuk apa aku marah?” jawab Lala dengan nada yang ceria.
“Bukankah kamu …” Gita belum menyelesaikan ucapannya ketika Lala memotongnya.
“Kamu nggak benar-benar berpikir aku sungguhan suka sama Ustadz Ezhar ‘kan Git?” tanya Lala.
“Tapi …”
“Aku dulu cuma bercanda kok. Seperti katamu, Ustadz Ezhar nggak mungkin melirikku. Wong pandangannya cuma mentok sama kamu saja. Gimana bisa ada aku?” ungkap Lala yang kemudian tertawa.
“Jadi …”
“Jadi Gita, selamat ya. Nanti kalau diijinkan pengasuh, aku akan hadir di acara walimahanmu”
Yah, inilah tujuan Gita kembali mengenang kisahnya di Pondok Pesantren Nurul Falah. Dia ingin menemui sahabatnya yang dulu selalu mengagumi calon suaminya. Orang yang membuatnya tidak pernah bisa mengakui bahwa dia juga jatuh dalam pesona yang sama. Ustadz Ezhar.
End
With Love
#chalengenulisblogjadibuku
#day6
34 Komentar
Seru juga ya mbak nulis cerpen berlatar pesantren. Perlu banyak perbendaharaan istilah pesantren juga yaa hee
BalasHapusIya, Mbak. Saya sih sedikit familiar sama pesantren, karena dulunya memang pernah sekolah di pesantren. Hehehe
Hapusmbak, suka deh cara bikin alur flasbacknya. Aluusss...tapi jelas yg mana yg lampau n sekarang. Duuhhh... Aku masih belepotan kalau disuruh bikin beginian. Padahal enak buat pengkayaan cerita
BalasHapusMasih perlu banyak belajar lagi sih, Mbak. Hehehe
HapusEaduuh kok saya yang jadi sedih. Kasian, pak ustad malah milih sahabatnya. Namanya juga jodoh memang rahasia bgt.
BalasHapusPinter bgt sih mba' bikin cerita cerita yang mengharu biru pembaca nya. Keep writing!
Alhamdulillah. Masih terus belajar, Mbak. Hehehe
HapusWah...saya belum kebayang suasana belajar dan asrama di pesantren seperti apa. Mb Yuni bisaan menulis cerpennya...
BalasHapusHehehe,,, Nanti yuni ceritakan kalau ada ide seputar belajar di pesantren ya Mbak Hani.
HapusWah ternyata cintanya Lala bertepuk sebelah tangan, nyesek ya ternyata laki2 yg dikaguminya mau nikah sama sahabatnya sendiri..namanya juga jodoh seringkali nggak ketebak.
BalasHapusBukan sering kali sih. Tapi emang nggak ketebak, Mbak. Hehehehe
HapusSekarang mulai banyak yang mengangkat cerita dengan latar pesantren. Kisahnya pun seru-seru seperti kisah yang mba yuni tulis ini.
BalasHapusHehehe. Iya Mbak. Alhamdulillah, kalau bisa menghibur mah Yuni seneng sekali.
HapusGita :( , yang sabar ya. Cukup kopi aja yang pahit, persahabatan kamu dengan Lala jangan
BalasHapusAshiap Mbak Hasiah. Hehehehe
HapusHiks...sahabat jadi begini endingnya. Semoga Gita dan Ustaz Ezhar diberkahi pernikahannya dan Lala segera didekatkan jodohnya.
BalasHapusBtw,selalu suka baca cerita mbak Yuni;)
Aamiin Ya Rabb. Berasa cerita beneran ya. Hehehe
HapusWow, sepasang sahabat suka dengan satu orang yang sama...
BalasHapusKan banyak tu cerita yang begini, Mbak. Hehehe
HapusPenasaran deh gimana ceritanya Ustad Ezhar bisa suka sama Gita. Ceritain juga donk mbak, hehe. Pasti lebih seru deh
BalasHapusIya juga ya, tunggu deh. Nanti dibuat. Hehehe
HapusSikap ikhlas, selalu yang terbaik ya, aku senang mereka tetap sahabatan
BalasHapusYuni nggak tega mau buat cerita sahabat berakhir jadi musuh gegara jodoh, Mbak Yanti. Hehehe
HapusWaaalah Ternyata akhirnya Gita yang jadi ama Ust ezhar yaaa. Jodoh emang gak ada yang tahu. Semua masih misteri. Masya Allah tapi yang kayak gini emang sering terjadi di dunia nyata loh
BalasHapusIya sih, Mbak. Jadi mendekati kejadian nyata kan. Hehehe
Hapusaduh Mbak ini ngajak nostalgia aku juga. Kalau main dan silaturrahim ke pesantren ya begitu ... menikmati, menyusuri jalan-jalan yang dulu dilalui bersama sahabat-sahabat. Membayangkan sosok sendiri di masa remaja saat itu. Ah, pesantren, aku juga jadi rindu.
BalasHapusKemon main-main ke pesantren. Sowan ke pengasuh. Hehehe
HapusJodoh itu memang kayak sepiring tempe, gak ada yang tahu. Hehe...
BalasHapusTernyata yg bakalan nikah sama Ust. Ezhar malah Gita. Eh, ini based on true story Mbak Yuni bukan ya?
Hohoho,,, nggak persis begitu sih Mbak. Cuma bukan kisah Yuni kok. Suer deh. Hehehehe
HapusMbak Yuni jago nulis fiksi, yaa. Aku menikmati banget membaca tulisan-tulisanmu, Mbak. Lanjutkann...
BalasHapusYang pasti, Yuni suka banget mengkhayal. Kadang tertuang dalam sebuah cerita fiksi lebih seringnya nggak. Hehehe
HapusMenulis cerita dengan latar pesantren ini ada kesulitan ga, Mbk? Aku pengen coba nulis ttg ini jg tapi ragu, krn pengetahuanku seputar dunia pesantren ini masih cetek banget. *Malah tjurhat*
BalasHapusKalau belum pernah nyantri sih memang butuh riset. Kalau sudah pernah jadi santri kayak yuni sih enak, bisa langsung cerita berdasarkan pengalaman. Hehehe
HapusMemang kalau jodoh siapa yang tahu, sahabat adalah jodoh, suami juga jodoh :)
BalasHapusNggak ada yang tahu dong pastinya Mbak Reffi. Hehehe
HapusTerima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.