Baca Kisah Sebelumnya di Merindukan Pernikahan Part Dua Belas
Abigail POV
Akhirnya Mas Rayyan memaksa mengantarku. Dia bahkan tidak keberatan meninggalkan mobilnya di parkiran Gedung Suara Merdeka untuk berjalan ke tempat kosku. Karena jelas saja aku menolak diantar pulang dengan kendaraan. Itu hanya akan memperlambatku sampai di kos. Dan aku sedang malas berurusan dengan kemacetan.
Aku tahu, dia ngotot begini karena ingin memastikan apakah benar Zaman menunggu di sana. Padahal aku tidak sungguh-sungguh. Yang sebenarnya adalah Naila yang sudah menungguku. Dia sedang liburan ke Semarang.
"Mana Zaman?", Tanya Mas Rayyan begitu pintu pagar kos ku buka.
"Mau apa dia di sini?", aku balik bertanya geli.
"Katamu tadi ada temanmu yang sudah menunggu di sini", kata Mas Rayyan.
"Oh, dia menunggu di dalam kamar, Mas. Kurang kerjaan benar dia menunggu di sini", jelasku.
"Kamu membiarkan dia menunggu di kamarmu?", bentak Mas Rayyan.
Adakah yang berlebihan dari Mas Rayyan. Itu hanya Naila. Apa salahnya?
Tentu aja salah. Yang ada di pikiran Mas Rayyan saat ini 'kan Zaman. Jadi, dia pasti sangat marah mendapati seorang lelaki menunggu di kamar tunangannya. Ingin tertawa tapi aku tidak tega melihat wajahnya yang sudah sangat kaku. Tapi tidak ada salahnya 'kan sedikit memberinya candaan.
"Memang kenapa kalau dia menunggu di kamarku? Sudah biasa lagi, Mas. Setiap dia kesini, ya selalu tidur sama aku", jawabku.
"Apa kamu bilang?", bentak Mas Rayyan lagi. Aku tidak suka ini.
Ku lihat wajah Mas Rayyan menjadi merah padam. Apakah dia sangat marah? Jelas saja iya. Mana mungkin dia membiarkan lelaki lain tidur dengan tunangannya.
"Tenang deh, Mas. Dia Cuma Nayla. Tunggu di sini. Aku panggilin dulu", kataku mempersilahkan Mas Rayyan duduk di ruang tamu, tempat biasa tamu lelaki berkunjung kemari.
"Kamu mempermainkanku, Abs?", Tanya Mas Rayyan sembari mencengkeram lenganku.
Aku sedikit kesakitan karenanya. Tapi aku menolak untuk merasa takut melihat tatapan matanya yang tajam seolah menghujamku. Ini hanya sebuah guyonan dan dia semarah ini. lalu apa kabar aku yang melihatnya bermain dengan seorang wanita dan anak kecil seolah mereka adalah keluarga yang bahagia tanpa diberi penjelasan apapun?
"Iya. Kenapa? Mas Ray marah?", tantangku.
"Kenapa kamu lakukan itu, Abs? kamu pikir aku suka berbagi?", Tanya Mas Rayyan dengan nadanya yang dingin.
Rasanya membuatku membeku. Tapi aku sudah bilang, aku menolak terintimidasi olehnya. Tidak sekarang.
"Memangnya apa yang akan dibagi?"
"Kamu jangan main-main, Abs".
Saat itulah Naila keluar dari kamarku, lengkap dengan kerudung panjangnya. Mungkin dia mendengar bentakan Mas Rayyan sejak tadi.
"Bi, kamu sudah pulang?", Tanya Naila.
Mas Rayyan melepaskan lenganku. Pasti akan menyisakan kemerahan di sana. Dia mencengkeram terlalu erat. Aku bahkan sampai meringis menahan sakitnya.
"Iya, Nai. Sini deh Nai, ku kenalin sama calonku", kataku pada Naila.
Naila mendekat. Seperti biasa matanya memindai seorang lelaki yang bersamaku dari atas sampai ke bawah. Apa dia pikir dia bisa menemukan kebusukan seorang lelaki hanya dengan sekali lihat begitu? Naïf sekali Naila.
"Dia Mas Rayyan, Nai. Dan Mas, ini Naila sahabatku. Dia sedang berlibur di Semarang. Daripada keluar biaya buat hotel, aku minta saja dia menginap di sini", jelasku.
Mereka saling berjabat tangan dan menyebutkan nama masing-masing. Saat itu, ku lihat wajah Mas Rayyan lebih rileks. Kami menghabiskan waktu mengobrol di ruang tamu. Mas Rayyan bahkan memesan makanan lewat grab food untuk makan malam kami bertiga.
"Kalau kamu dan Naila mau jalan akhir pekan ini, bisa pakai mobilku saja, Abs", kata Mas Rayyan sebelum pamit.
"Nggak deh, Mas. Kami bisa naik taksi saja", tolakku.
"Nggak ada pakai taksi ya, Abs. aku yang akan mengantar kalian. Bisa hubungi aku saja kalau kalian ingin pergi ke suatu tempat", katanya. Dan itu bukan sekedar pertanyaan.
"Tapi, Mas", aku tidak ingin memanfaatkan dia. Toh selama ini aku dan Naila biasa pergi kemana-mana dengan gocar atau grab car. Dan kami baik-baik saja.
"Tidak ada penolakan, Abs. aku yang akan mengantar kalian", tegasnya lagi.
Dan aku tidak bisa menolak.
***
Jadilah akhir pekan ini, Mas Rayyan mengantar kami ke Cimory on The Valley. Letaknya di pinggir jalan raya Semarang-Jogja. Selama ini aku menghindari destinasi wisata ini, ketika Naila main ke Semarang karena lokasinya yang jauh. Aku memperhitungkan akan sulit mendapatkan angkutan untuk pulang. Apalagi kalau sedang berlibur, kami suka lupa waktu.
"Wih, capek Nai", kataku ngos-ngosan.
Bayangkan saja, jalan dari area parker ke lokasi wisata cukup jauh. Belum lagi kontur medan yang naik turun, banyak tangga dan bebatuan. Meski aku sangat ingin kurus, tapi tidak harus begini caranya.
"Gitu doang capek, Bi. Gimana loe mau kurus?", ejek Naila.
Percayalah, postur tubuh Naila itu lebih tambun ketimbang postur tubuhku. Namun anehnya, dia terlihat biasa saja menghadapi medan yang berat begini. Dan aku sudah ngos-ngosan. Rasanya mau pingsan. Mas Rayyan berjalan di depan, sesekali mengarahkan kamera DSLRnya ke kami. Memotret semua kegiatan liburan kami.
Andai tahu kalau dia ternyata hoby fotografi, sudah sejak dulu aku ngajakin kamu kemana-mana, Mas. Lumayan tukang photo gratisan dengan hasil yang bagus. Kapan lagi coba, pikirku.
"Bi, loe jangan pingsan dulu! Tu ada foodcourt. Buruan, kita makan", kata Naila menggandeng tanganku. "Mas, kita makan dulu ya. Ni anak kalau lapar suka rese pas lagi jalan", kata Naila pada Mas Rayyan.
Mas Rayyan Cuma tersenyum. Dia sudah lebih dari tahu tentang itu. Kalian pikir berapa kali aku dan dia dinas luar kota. Dan memang kalau sudah merasa lapar, moodku suka kacau.
Setelah perut kenyang, aku mengajak Naila mampir ke chocomory, sebuah gerai khusus menjual makanan dan minuman dengan bahan dasar susu. Mataku langsung saja focus pada coklat batang yang terjual di sana. Aku tidak bisa tidak membeli coklat-coklat itu untuk ku nikmati. Aku memang segila itu pada coklat. Dan Mas Rayyan tidak keberatan mengeluarkan dana untuk liburan kali ini.
Biar saja. Jadi tabunganku aman kali ini, batinku.
Kami membeli tiket untuk masuk ke wahana mini mania. Wahana ini adalah taman miniature dunia. Di sana ada banyak spot lucu untuk menambah koleksi photo kami. Dan itu yang kami lakukan, berphoto dengan aku dan Naila sebagai model. Photografernya siapa lagi kalau bukan Mas Rayyan.
"Siniin kameranya, Mas", pinta Naila.
"Kenapa?", Tanya Mas Rayyan heran.
"Biar Naila yang motion kalian berdua. Ni cewek satu, pasti pingin punya foto berdua dengan Masnya", jawab Naila menunjukku yang spontan membuatku malu.
Naila nggak bisa banget jaga mulut deh, batinku.
Aku malu sekali. Apalagi Mas Rayyan dengan entengnya malah berdiri di sampingku, memasukkan kedua tangannya ke saku jaket. Rasanya aku mati gaya mendapat kesempatan dadakan begini.
"Duh, kalian kaku banget sih. Bi, lo senyum dikit deh", perintah Naila.
Sialan Naila. Dia pasti sengaja mau ngerjain gue, rutukku dalam hati. Namun aku tetap menyunggingkan senyum lebar.
"Itu mah lo nyengir, Bi. Terlalu lebar, norak. Biasa aja kali", protes Naila membuatku kicep.
Sahabatku ini tidak tahu bagaimana berdebarnya hatiku berdiri di samping Mas Rayyan. Dia malah sengaja protes sana-sini. Aku tahu, di hatinya dia pasti bersorak gembira sudah berhasil mengerjaiku.
Awas lo, Nai. Tunggu pembalasan gue, tekadku.
Naila mengambil gambar kami berdua dalam berbagai sudut. Setelah puas memainkan kamera itu, dia mulai melihat hasil bidikannya. Bibirnya tersenyum lebar dengan kepala manggut-manggut seolah dia sudah menjadi photographer professional.
"Bagus kok, Bi. Nggak mau foto pake kamera jahat lo?", Naila menawarkan.
"Iya dong. Sekalian, kalau mau jadi photographer jangan setengah-setengah. Nih", ujarku sengaja memakan umpan Naila. Aku menyerahkan gawaiku padanya. "Pose, Mas. Yang cakep", tambahku. Kali ini pada Mas Rayyan.
Sejujurnya kakiku sudah seperti jelly rasanya. Tapi Naila tidak akan berhenti menyiksaku jika aku memperlihatkan rasa grogiku.
"Sialan, berasa jadi obat nyamuk gue. Lain kali Mas Ray nggak usah ikutanlah", omel Naila ketika mengembalikan gawaiku. Mas Rayyan hanya menanggapinya dengan senyuman.
Rasain tu. Emang enak, ngomel Cuma ditanggepin senyum doing, batinku.
Rasanya jalan-jalan kali ini aku puas sekali. Naila pasti juga merasa begitu. Ditambah kami tidak terlalu pusing apakah ada grabcar atau go car yang bisa dipesan dari sana. Karena sudah ada sopir ganteng yang menjadi sopir kami. Sopir ganteng itu berlabel tunanganku. Ah, masih calon tunangan, Abs.
"Kamu senang hari ini?", Tanya Mas Rayyan begitu sore itu mobilnya telah berhenti di depan kosanku dan Naila sudah masuk ke dalam.
"Iya, Mas. Terima kasih ya", ucapku tulus.
"Apapun akan ku lakukan untuk membuatmu senang, Abs", katanya lirih.
Meski dia mengucapkannya terlalu pelan cenderung berbisik, tapi aku mendengarnya. Dan bohong kalau aku tidak suka dengan itu.
"Ya sudah, Mas pulang gih. Mama pasti sudah nungguin di rumah", kataku.
Setelah mobil Mas Rayyan berlalu beberapa meter dari tempat kosku, aku masuk. Nayla sudah menanggalkan kerudungnya di dalam kamarku. Dia juga sudah mengambil memory card kamera Mas Rayyan untuk memindahkan datanya ke laptopku. Ternyata kami cukup banyak mengambil gambar hari ini.
"Coba sejak dulu kita kenal laki loe ya, Bi", kata Naila sambil terus focus ke layar laptop.
"Kenapa emang?", tanyaku.
"Hasil photonya keren banget. Nggak kayak hasil photo yang kamu jepret. Nggak ada yang beres", ejek Naila.
"Sialan loe", aku melemparkan sebuah bantal kea rah Naila, membuatnya tertawa riang.
Hari ini aku bahagia.
- To Be Continue -
With Love
24 Komentar
Cieeee.... Seneng bacanya klo lg akur begini
BalasHapusEmang lagi akur.. Hehehehe
HapusSik asikkk...baikan lagi
BalasHapusHidup Rayyan..hidup Abi...Semoga enggak ada batu sandungan lagi!
Hehehe.. Semoga terhibur dengan tulisan ini ya, Mbak Dian.
HapusDah mulai happy2 ini kayaknya. Rayyan cemburu sama Abi, jadi tahu deh betapa besar cintanya untuk gadis itu. Sip lanjutkan.
BalasHapusUhuk...uhuk..uhuk... hehehe
HapusAlhamdulillah, kisah di bagian ini banyak seneng dan bahagianya ya. Gak seperti sebelumnya yang kadang bikin gemees! Hihihi
BalasHapusGemes-gemes rindu tapi kan, Mbak? Hehehe
Hapusceritanya bikin baper..kapan ya aku bisa menulis fiksi kayak gini? cerita bersambung lagiðŸ¤
BalasHapusPasti bisa kalau ada kemauan, Mbak. Semangat. Hehehe
HapusWah... kayaknya harus baca mundur dulu nih biar tahu dari awal, sebelum ada lanjutannya.
BalasHapusIya dong,,, semuanya mah lengkap di blog ini, nggak perlu nyari kemana-mana lagi. Hehehee
HapusWaaah keren ini mah ceritanya, meski agak paham karena ceritanya bersambung ya? Keep writing mba, kece bangeet.
BalasHapusBaca dari awal, Mbak. Biar nyaman bacanya. Hehehe
HapusIni pas ceritanya mesra manja mendayu ehehe..lagi akur. Semakin menarik nih ceritanya.
BalasHapusMakin penasaran dengan alur berikutnya
Semoga tetap di hati ya, Mbak. Hehehe
Hapuswah aku ketinggalan banyak part nih, pas itu terakhir baca di part 10 apa ya lupa, hehe. Wah makin seru yes ceritanya, suka banget sama alurnya. keep writing mba, saya ijin flasback dulu baca yang sebelumnya, yes, hihi.
BalasHapusMonggo silahkan, Mbak stefi. Bisa langsung dah tu dicari part-partnya yang belum dibaca. Hehehe
HapusHai Rayyan. Cepetan halalin tuh kekasih hatinya, hehe. Udah grogi-grogi begitu ;)
BalasHapusBtw, sebenarnya mereka sudah tunangan atau belum, sih? Kepo karena ketinggalan part sebelum-sebelumnya
Di part ini belum atuh, mbak Tatiek. Hehehe
HapusWah mg2 baikn terus, konfliknya dah lewat...happy endingkah?
BalasHapuskalau dibilang sekarang mah nggak surprise lagi dong, Mbak Erny. Hehehehe
HapusWahh ini lanjutannya ya mbak. Seruu, ditunggu kelanjutannya lg ya mbak 😊
BalasHapusAshiap, Mbak. Selalu akan diupdate di sini kok. Hehehe
HapusTerima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.