Part Sebelumnya -
Lima Belas
Rayyan POV
Aku mengikuti langkah Abigail meninggalkan bandeng juwana. Aku sangat yakin, ada banyak hal yang berseliweran di pikirannya. Terutama Ayu yang bertingkah seolah aku mengundangnya kemari. Padahal, jelas-jelas aku sudah berusaha membatasi interaksiku dengan Ayu setelah pengakuanku kemarin.
Bagian mana yang kurang jelas tentang aku akan menikah dengan Abigail? Kenapa Ayu masih saja merecokiku sampai-sampai masih saja beredar di sekitarku. Aku jadi sangsi, apa suaminya memang sesibuk itu hingga membiarkan istri berlama-lama jauh darinya.
Kalau itu aku, tentu aku akan lebih memilih bersama istri, meski di rumah kontrakan sekalipun.
"Kamu tidak ingin bertanya apapun, Abs?", tanyaku.
"Tidak".
Ini sudah pasti dia salah paham. Kadang aku gemas pada sikap calon tunanganku ini. Apa selama ini dia belum cukup memahami kalau aku tidak akan pernah melirik ke arah lain, jika aku sudah punya arah yang ku tuju? Tentu arah masa depanku adalah dia. Bukan yang lain. Apalagi masa lalu.
"Kamu sedang tidak salah paham tentang omongan Ayu tadi 'kan, Abs?" tanyaku saat berdiri di tepi jalan.
Kami menunggu jalan mulai lengang hingga kami menyeberang ke sisi jalan berbeda.
"Tidak. Mas Ray bebas mau mengajak siapapun untuk bertemu. Apa masalahku?", jawabnya ketus.
"Jelas kamu salah paham, Abs," kataku.
Lampu lalu lintas di ujung jalan berubah merah. Kendaraan berhenti membuat jalanan sedikit lengang. Kami melangkah menyeberang jalan.
"Kamu pikir untuk apa aku ngundang dia kemari?", tanyaku sambil jalan.
"Nggak tahu, Mas. 'Kan mas Rayyan yang ngundang", jawab Abigail ketus.
"Bukan aku yang minta dia kemari, Abs", jelasku sambil lalu.
Dia berhenti di pintu masuk loby samping gedung. Menatapku. Tak perduli berapa banyak orang yang berlalu lalang mungkin terganggu dengan keberadaan dirinya. Maka, ku tarik lengannya sedikit menyingkir dari jalan.
Gedung ini memang bukan gedung milik perusahaan tempatku bekerja. Kami hanya menyewa satu lantai untuk pusat kantor kami. Tak heran jika tidak banyak yang mengenal kami disini.
"Percayalah, Abs. Aku tidak meminta dia kemari", aku kembali menegaskan.
"Mas, rumah mbak Ayu tu jauh di daerah atas sana. Mau apa dia kemari kalau tanpa ada yang mengundang? Kurang kerjaan amat", omelnya.
Yah, Ayu memang tinggal di daerah Banyumanik. Daerah dataran atas Semarang. Untuk sampai ke daerah ini, butuh setidaknya setengah jam jika tidak macet.
Namun inilah masalahnya. Dia memang sekurang kerjaan itu. Dia tidak punya kesibukan apapun. Bahkan aku sangsi jika dia akan sibuk mengurusi putranya. Akan lebih masuk akal jika orang tuanya yang sibuk merawat cucu mereka.
"Dia memang sekurang kerjaan itu, Abs. Kamu boleh memeriksa ponselku jika itu bisa membuatmu yakin kalau bukan aku yang menghubunginya", ujarku.
"Terserah, Mas," tukas Abigail.
Dan dia melangkah menjauhiku. Inginku kejar, namun seseorang yang ku kenal memanggilku. Terpaksa aku membiarkannya ke atas terlebih dahulu. Sekalian membiarkannya lebih tenang sendiri.
=====
Ayu : Ray, temui aku di resto bandeng juwana.
Ayu : Ada yang ingin ku bicarakan
Sebuah pesan online dari Ayu. Setelah tadi membuat Abigail salah paham. Sekarang apalagi yang ingin dia bicarakan.
Aku : Aku sibuk, Yu
Tidak akan lagi ku biarkan dia merasa punya kesempatan untuk merusak rencana masa depanku. Benar kata mama, dia bukan orang yang bisa dijadikan teman.
Ayu : Kalau begitu aku yang ke kantormu
Ayu : Semoga calon tunanganmu itu bisa mengerti ya, Ray
Wah, dia berani mengancamku. Dia pikir Abigail akan dengan mudah tersulut emosi hanya karena dia mendatangiku ke kantor. Dia tidak tahu calon tunanganku bukan orang yang akan dengan mudah mengubah pendirian hanya karena kehadiran masa lalu dari pasangannya. Dia memang akan marah, tapi hanya sebatas itu.
Aku jadi bertanya-tanya. Wanita seperti apa sebenarnya yang pernah ku cintai ini? Benar-benar di luar perkiraanku.
Terlalu egois, ambisius dan tidak mengenal kata kalah. Dulu aku terlalu buta hingga menikahinya. Beruntung ada seseorang yang menyelamatkanku. Meski aku harus berdarah-darah karenanya. Setidaknya, aku bisa terbebas dari wanita itu.
Ku tekan ekstensi telpon di meja Abigail.
"Ya Mas", sapa Abi.
"Jangan menerima tamu jika tidak ada urusannya dengan pekerjaan ya!", perintahku.
Aku bukan ingin lari. Hanya saja jika aku mengijinkan Ayu masuk ke ruanganku, bisa ku bayangkan akan semarah apa gadis di luar ruanganku yang kebetulan adalah calon tunanganku itu. Lagipula, tidak ada lagi masalah yang harus ku selesaikan dengan dia. Masalah kami selesai di meja pengadilan tiga tahun lalu.
“Kenapa? Mau menghindari seseorang? Masalah bukan untuk dihindari, Mas”, jawab Abigail dan langsung menutup telponnya.
Masalah? Masalah apa sebenarnya yang aku hadapi? Tidak ada kisah yang belum usai di masa lalu. Perceraian telah mengakhiri segalanya. Tentu saja itu menurutku. Jelas-jelas Ayu beranggapan lain.
Aku mengacak-acak rambutku. Kesal. Pada Ayu yang masih gigih di luar sana. Pada Abigail yang terpengaruh dengan Ayu.
Sebenarnya aku sangat memahami, dia hanya tidak ingin memulai hubungan baru dengan cerita yang belum usai. Setidaknya dianggap belum usai oleh pihak lain. Tapi apa itu masalahku?
Bukan. itu masalah Ayu. Dan dia sudah tidak ada sangkut pautnya denganku. Dia hanya mantan istri yang sekarang masih berstatus istri orang. Yang benar saja aku harus menenangkan istri orang? Aku punya calon istri yang lebih segala-galanya dari dia.
Namun, aku berakhir di sini. Di depan Ayu di resto yang sama. Bandeng Juwana dengan segelas es jeruk.
“Apa lagi kali ini?”, tanyaku.
“Ku pikir selama ini kamu menungguku, Ray”, jawab Ayu sambil menunduk.
Pemikiran dari mana itu? Dia pikir dia siapa sampai aku rela menunggunya setelah dia menyakitiku? Putri keraton? Artis korea? Cih, aku tidak sebodoh itu untuk jatuh pada lubang yang sama.
“Kalau begitu pemikiranmu salah. Saranku, segeralah kembali ke samping suamimu!”, jawabku tegas.
Dia mendongak, menatapku dengan mata berkaca-kaca. Dulu mungkin aku akan iba melihatnya begitu. Tapi, kali ini aku sangat yakin, hal itu tidak berarti apa-apa.
“Dia mengkhianatiku, Ray”, ungkapnya terdengar pilu.
“Lalu?”, tanyaku acuh.
Dia nampak terkesiap. Namun, dia segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa saja. Mungkin tidak menyangka aku akan merespon seacuh itu. Tapi aku tidak lagi ingin perduli.
“Aku ingin kembali padamu, Ray. Aku tahu, kamu hanya main-main dengan Abi. Aku nggak masalah, Ray. Aku akan segera menyelesaikan urusan perceraianku dengannya. Lalu kita bisa menikah lagi”, jawabnya ringan.
“Seperti dulu kamu ingin segera bercerai denganku dan menikah dengan pria itu?”, sindirku.
“Aku akan membuatnya lebih cepat dan nggak akan membuatmu menunggu lebih lama lagi, Ray”, jawabnya cepat.
Wanita ini, dia hanya melihat apa yang ingin dia lihat. Tak perduli kenyataan mungkin tidak berbicara seperti itu. Bagaimana bisa, dia berpikir aku akan mempermainkan perasaan orang lain? Dia pikir aku sama dengannya? Enak saja.
“Aku perlu meluruskan beberapa hal padamu, Yu. Pertama, aku serius dengan hubunganku dan Abigail. Aku bukan seseorang yang akan mempermainkan orang lain. Kedua, aku sudah melamar dia. Jika semua berjalan lancar, acara pertunangan kami akan dilangsungkan di Surabaya bulan depan. Tak lama setelah itu kami akan menikah. Jadi, apapun rencanamu dengan hidupmu, ku harap, kamu nggak lagi menyangkut pautkannya denganku”, jelasku panjang lebar.
Kali ini dia lebih terkejut. Kalau dia masih merasa dia adalah wanita satu-satunya yang aku cintai seperti dulu, maka dia salah besar. Waktu telah banyak berlalu. Semua telah berubah. Akupun demikian.
“Kamu benar-benar berubah, Ray. Dulu kamu pria yang hangat. Sangat perduli padaku”, katanya semakin lirih.
“Aku akan selalu perduli pada teman-temanku, Yu. Tapi kalau yang kamu maksudkan mengenai perasaanku, maka iya, semuanya sudah berubah”, ujarku mengakhiri dialog kami.
Ku tinggalkan dia di sana. Ternyata semua rasa perduliku padanya selama ini, dia artikan berbeda.
Bagiku tidak akan ada mengulang kembali masa lalu. Apalagi dengan orang yang sama tanpa ada sesuatu yang berubah dari orang itu? Ah, barangkali hanya penampilannya saja yang berubah. Itu akan seperti kita membaca buku yang sama dengan cover yang baru. Ceritanya akan memberikan ending yang sama.
Aku lebih memilih untuk membaca cerita lain saja. Kalau perlu aku akan menuliskan cerita yang fantastis dengan akhir yang berbeda. Meski konsep ceritanya sama, tapi kita selalu bisa mengembangkan konsep itu hingga menjadi versi yang berbeda. Begitulah masa depanku dengan Abigail.
- To Be Continue -
Yuni Bint Saniro
14 Komentar
Walalupun aku baru bac tulisan ini, aku jadi penasaran mau bacanya dari awal. Bagus ceritanya, mbak :)
BalasHapusMonggo Mbak, boleh pilih label Cerita Bersambung. Semuanya sudah diposting di blog ini. Hehehe
HapusBagus ceritanya, Mbak. Bikin aku penasararan pengen baca dari awal. Aku kasih kritikan dikit boleh, ya. Penulisan tanda bacanya ada yang tidak tepat, Mbak.
BalasHapusBoleh dong, Kak. Apalagi kalau untuk tulisan yuni bisa lebih baik. Yuni mah ikhlas dikritik sepedas apapun. Hehehe
HapusAyu, Ayu, bikin mumet aja..Makanya jangan gampang baoer to Mbak Ayu, wkwkwkwk.Tapu memang perempuan biasanya gampang baper. Makanya jadi laki-laki juga jgn terlalu mengumbar perhatian sama perempuan. Apalagi mantan, duh!
BalasHapusPerempuan emang banyak yang baperan, Kak Damar. Malah banyak yang bapernya nggak kekontrol, ye 'kan? Hehehe
HapusMau baca dari awal ah mb biar tahu alur ceritanya. Cari cari2 bagian sebelumnya...😊
BalasHapusSilahkan kakak,,, kalau ada kritik dan saran mengenai kepenulisan monggo dipersilahkan ya kak. Hehehehe
HapusCeritanya seruu! Jadi penasaran dengan kelanjutannya.
BalasHapusSemoga acara pertunangan Abigail gak dirusak oleh Ayu, ya ...
Sebagai hiburan cukup lah ya. Boleh diperiksa tentang kepenulisannya juga lho kak. Hehehe
HapusAyu jelimet sekali jadi orang yaaa..enake dewe, mau balik maning. Memang semudah itu memainkan perasaan orang. Esmosi aku sama Ayuu
BalasHapusLanjutkeun Mbak Yuni!!
Dia memang begitu. Sok kecakepan mbak. Hehehe
HapusAduuuuuuhhh kemunculan mantan kekasih emang sering jadi awal pertikaian.. Duh sabar yaa Ayu
BalasHapusHiya,,,ayu mah mantan istrinya Mamas Rayyan kak.
HapusTerima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.