Pagi ini ada beberapa jadwal yang mesti ku selesaikan bersama staffku. Proses pembelian bahan kimia yang dibutuhkan kebun semester kedua tahun ini. Bukan hal mudah. Tapi aku sudah merencanakan anggarannya.
Ku tekan ex. 211 yang akan langsung tersambung ke meja staffku. Sesaat ku dengar suara renyahnya.
"Selamat pagi, Mas", sapanya.
Memang sejak awal aku masuk PT. Bumi Agro Lestari tiga bulan lalu semua orang di kantor ini memanggilku Mas Rayyan. Menurut mereka aku belum tua untuk dipanggil bapak. Yang benar saja? Usiaku bahkan sudah 33 tahun. Harus setua apa lagi aku untuk dipanggil bapak?
Alasan lainnya adalah karena aku juga belum menikah lebih tepatnya tidak menikah. Karena faktanya aku sudah bercerai dari istriku hampir tiga tahun lalu. Mengingat perceraian itu, masih terasa sesak sekali dadaku. Ada banyak perandaian yang selalu berkelebat dalam pikiranku. Tapi tetap saja seribu andai tak kan bisa mengembalikan waktu.
"Masuk ke ruanganku, Abs!", perintahku singkat.
Di kantor ini aku memang mempunyai kubikel tersendiri yang dikelilingi oleh dinding kaca. Meski begitu tak sulit bagiku untuk mengawasi meja staffku yang memang berada tepat di depan ruanganku bersebelahan dengan meja staff agronomi, Mery.
"Baik, Mas".
Abigail, gadis manis berhijab. Kerjanya cepat, teliti dan tanggap. Dia bukan gadis yang cepat menyerah jika menghadapi kesulitan. Dia tidak akan segan untuk bertanya padaku apapun kesulitannya dalam bekerja. Dan itu bukan hanya sekedar modus untuk mendekatiku. Aku suka type staff yang seperti dia.
Tak lama pintu ruanganku diketuk. Ku lihat Abigail mengenakan dress berwarna abu - pink dengan hijab yang juga pink senada masuk dan duduk di kursi di hadapanku. Wajahnya polos tanpa make up tebal. Tidak mengenakan riasan apapun di mata atau pipinya. Hanya polesan lipstik pink tipis sekali.
Sumber : www.flickr.com |
"Apa ada kendala?", tanyaku tajam.
Aku ingin langsung menatap telaga hitam bening miliknya. Tapi jelas saja tidak bisa. Dia bahkan masih betah menatap notesnya. Entah apa yang dia tuliskan disana.
"Belum ada sih Mas. Mereka juga lagi proses approval memonya. Palingan nanti ada beberapa invoice dari supplier yang masuk, Mas", jelasnya sambil berpura - pura sibuk menulis sesuatu di notesnya.
"Kamu siapkan saja, biar bisa langsung kita proses ke team finance", pintaku.
"Oke Mas. Ada lagi Mas?", tanya Abigail setelah menuliskan sesuatu di notesnya.
"Besok kita ada meeting sama Pak Bagas untuk spesifikasi bahan kimia yang dibutuhkan sebelum kita ke supplier", jelasku masih dengan menatap wajah polos Abigail. Dia tidak pernah membuatku bosan.
Pak Bagas adalah pria separuh baya yang menjabat sebagai Direktur Operasional bagian agronomi. Beliau hanya sesekali berkantor disini. Sebagian besar waktunya berada di kebun. Hanya ketika ada hal - hal penting seperti rapat bulanan dan penentuan supplier besar saja beliau di kantor pusat.
"Oh kalau begitu saya akan menghubungi Mbak Mega untuk pinjam ruang meeting, Mas", kata Abigail lagi - lagi tanpa menatapku.
Mega adalah staff bagian HRDGA. Dialah yang berwenang atas semua aset yang ada di kantor pusat termasuk penggunaan ruang meeting.
"Kau boleh keluar", perintahku.
Abigail meninggalkan ruanganku tanpa membantah. Apa aku sudah bilang kalau dia tanggap dalam pekerjaan? Dia tidak pernah membuatku harus mengulang perintahku untuk kedua kalinya. Terkadang membuatku bertanya - tanya apakah dia benar - benar mengerti dengan instruksinya atau dia hanya enggan berada di dalam ruangan tertutup hanya berdua denganku? Tidak. Kurasa dia seperti itu terhadap semua makhluk berjenis pria.
Teringat peringatan mama tadi pagi untuk kesekian kalinya. Lagi - lagi beliau membahas masalah istri. Katanya beliau menginginkan cucu dariku. Huh, cucu.
Memangnya siapa yang mau berhubungan dengan pria yang sudah pernah gagal dalam berumah tangga? Kalaupun ada, mungkin orang tuanya tidak akan pernah melepaskan anak gadisnya untuk lelaki yang pernah bercerai. Kadang mama suka tidak berpikir panjang kalau berbicara. Ntah harus bagaimana lagi aku menjelaskan?
"Ray, kamu tu tampan, sudah mapan, jabatanmu juga sudah lumayan Nak. Mau nunggu apa lagi? Kamu sudah pantas untuk menikah lagi", kata mama tadi pagi.
Menikah lagi. Siapa yang tidak ingin menikah? Dan pria bodoh mana yang ingin selalu tidur sendirian? Tapi apa memang iya aku sudah pantas menikah? Apa memang sudah waktunya aku membangun keluarga lagi? Setelah apa yang terjadi hampir tiga tahun lalu rasanya aku belum bisa. Aku belum mampu.
Banyak hal yang terus ku pertimbangkan jika itu menyangkut pernikahan. Apakah aku akan bisa membahagiakan istriku kelak? Apakah aku bisa memenuhi semua kebutuhannya? Yang paling utama apakah aku bisa menjadi pemimpin dalam rumah tangga kami kelak?
Kenyataannya istriku dulu tidak bahagia. Aku tidak bisa memenuhi setiap keinginannya. Bahkan aku tidak bisa membimbingnya. Buktinya dia memilih pemimpin lain dalam hidupnya.
"Kalau kamu belum bisa cari calon pendamping, Ray, mama bisa bantu cariin. Kamu mau yang seperti apa?", daftar perkataan mama yang lain tadi pagi.
Huft. Aku mendengus kesal untuk kesekian kalinya.
Mama tidak tau, bukan masalah calon pendamping yang utama. Karena faktanya, aku sudah mempunyai pilihanku sendiri. Tapi kembali lagi. Apakah aku memang sudah pantas dengannya?
Dia yang setiap hari tak pernah berusaha dekat denganku. Dia yang selalu cekatan dalam bekerja. Dia yang tak pernah mengeluh di hadapanku, meski aku tau dia suka mengomel di belakangku.
Dia dengan kesederhanaannya yang seolah mampu menyadarkanku bahwa tak semua wanita tergila - gila akan materi. Dia dengan kepolosannya yang membuatku sejenak melupakan kesakitanku. Membiarkanku beristirahat dari segala rasa untuk mantan istriku yang masih tetap ku simpan. Ah dia yang sedikit banyak menempati sebagian pikiranku.
Namun aku menyadari. Aku belum berhak melepas kesendirian ini. Aku belum pantas untuknya. Sampai kapan? Aku juga belum tau kapan pastinya. Semoga saja.
- To Be Continue -
18 Komentar
Ayo Rayyan, keburu diambil orang Abigailnya nanti. Hehehe..pembaca model gemes ini. Wkwkwk..
BalasHapusTenang,, tenang,,, Rayyan mah orangnya setia. hehehe
HapusAduh Rayyan..kamu punya semua, kenapa ragu ya..
BalasHapusEnggak semua perempuan seperti mantan istrimu lho
Ayo move on. Banyak perempuan baim di luar sana!
Duh, gemezz..kwkwk ditunggu lanjutannya mbak Yuni:)
Terima kasih kakak,, duh yuni teh seneng kalau responnya begini bagusnya.
Hapuswah ternyata si Rayyan menaruh hati dengan Abigail yaaaa... ungkapkann aja Rayy, kalo nunggu nanti keburu diambil orang. hehe
BalasHapusRayyan nggak tau caranya mengungkapkan perasaan. Gimana dong? Hehehe
HapusSaya gak baca cerita sebelumnya, tapi udah oke banget ceritanya bikin penasaran. Jadi Rayyan mau tetep sendiri apa sama Abigail? Ayo jangan galau Ray, jadi saya yg gemes wkwkwk.
BalasHapusTenang kak, boleh langsung dipilih label cerita bersambung. Ada dari prolog sampai part ini kok. hehehehe
HapusHowalaah, mas Rayyan. Jangan pernah merasa belum pantes. Asline akuloh nungguin kamu ngomong duluan. ��
BalasHapusNgomong duluan ya kak. Hehehe
HapusWah, ada cerbung, duduk manis ah. Menunggu lanjutannya.
BalasHapusNanti saya update di link berikutnya ya kak. hehehee
HapusWahh...Rayyan klu mmg cocok sm Abaigail buruan aja. Ntar molor2 nggak jadi. Kan syg....hihi
BalasHapusItulah. Ayo dong Rayyan, semangat...
HapusYah kok to be continued mba. Penasaran dengan ending ceritanya. Akankah berakhir happy atau sad ending?
BalasHapusKasih tahu tidak ya? emm,,, tunggu deh di episode selanjutnya. Hehehe
HapusAyolah, Rayyan, jangan merasa kurang pantes gituu. Aku juga lagi nungguin kamu buat ngomong duluan.
BalasHapus#eaaaa ��
uhuk...uhuk...hehehe
HapusTerima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.