Merindukan Pernikahan - Satu

Cerita sebelumnya - Prolog -

Sumber : Flickr

Abigail POV

Ku perhatikan lagi pantulan wajahku di cermin. Seorang gadis berhijab sedang tersenyum disana. Itu aku. Cantik. Meski cuma berhiaskan pelembab wajah, bedak tabur tipis dan polesan liptint pink. Karena begitulah aku. Tak suka berlebihan.

Ku ambil ponselku. Ku buka aplikasi kamera. Dengan kamera depan, ku bidikkan fokus hanya pada wajahku. Ah tak lupa bergaya dengan menutup sebagian wajahku hingga hanya bagian mata yang terlihat. Seperti gadis bercadar di luaran sana. Dan menurutku hasilnya sempurna.

Lalu ku buka aplikasi whatsapp. Ku gulirkan daftar chatku hingga menemukan satu grup bernama Oscar Mania yang hanya beranggotakan tiga orang saja. Abigail (itu aku), Laras dan Naila kedua sahabatku.

Grup Oscar Mania

Abigail : send picture

Abigail : Gue jadi berasa cantik banget geng

Laras : Ah nggak juga. 

Laras : Bagian menarik di loe tu bukan mata, Bi

Laras : Tapi dagu

Abigail : Iya kali gue photo mesti nutup mata sampe bibir, Ras.

Naila : Susah amat sih, Bi

Naila : Naikin aja itu tangan loe.

Naila : Beres

Abigail : Leave grup

Laras : Alah gegayaan leave grup

Laras : Kagak leave - leave juga sejak kapan tau

Begitulah pagiku tidak akan pernah lengkap tanpa ocehan dua sahabatku. Meski cuma di grup whatsapp. Secara kami berada di tiga daerah yang berbeda. Tapi kedekatan kami tidak berubah sejak awal kenal di perkuliahan, ketika kami lulus kuliah tujuh tahun lalu bahkan sampai saat ini.

Aku yang selalu merasa paling cantik, meski pada kenyataannya tidak begitu. Paling menonjol di antara mereka dan aku yang paling senyap jika itu untuk lingkaran pertemanan selain kami. Bahkan temanku tidak banyak. Kecuali mereka berdua, ada beberapa kenalanku yang hanya sesekali ku sapa. Tidak dekat. Tapi bukan berarti aku anti sosial ya. Aku hanya sedikit tidak nyaman jika berteman dengan orang baru sampai aku merasa benar - benar klik dengan mereka.

Aneh. Mungkin itu yang akan terlintas di benak kalian jika bertemu denganku. Pendiam. Karena memang aku tidak banyak bicara jika di lingkungan baru. Tapi percayalah, aku bisa jadi teman yang asyik jika kalian sudah mengenalku.

Baby G di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 07.45, aku harus bergegas ke kantor sebelum terlambat. Begini kalau sudah keasyikan chat sama mereka. Selalu terancam potong gaji karena keterlambatan. Beruntung kosanku di dekat kantor. Tidak butuh banyak waktu untuk sampai gedung perkantoranku.

Lobby gedung suara merdeka sudah lumayan sepi. Aku sudah memegang kartu akses untuk masuk gedung tempatku bekerja. Lift juga tidak penuh sesak. Aku menekan tombol angka 16 dimana kantorku menyewa full seluruh lantainya. Pukul 07.59 ketika mesin finger print meneriakkan kata thank you setelah aku menscan jempolku.

"Huft, nyaris saja", keluhku begitu bokongku menyentuh kursi kerja dalam kubikel ruangan purchasing.

Aku bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit. Bagian pembelian. Tentu di Semarang ini adalah kantor pusatnya. Sementara kebun yang dikelola jauh berada di daerah Sumatera Selatan. Sekitaran sungai mesuji, hampir perbatasan Lampung.

"Kosanmu deket kantor aja suka telat - telat kamu, Bi. Ngapain aja sih di kosan? Kayak udah harus nyiapin sarapan laki aja", sindir Mery, temanku yang paling akrab di kantor ini.

Aku hanya tersenyum. Di usiaku yang ke 28 tahun ini aku memang belum menikah. Padahal kata ayah, aku cukup cantik. Tentu saja tidak ada seorang ayah yang akan mengatakan anak gadisnya jelek. Tapi ntahlah, mungkin memang belum saatnya aku bertemu dengan pangeran impianku.

Ponselku bergetar. Aku memang mensilent nada dering dan mengaktifkan getarnya saja. Ada sebuah chat dari seorang yang tidak ku harapkan sama sekali.

Zaman : Aku di Semarang, Bi. Kamu nggak ingin menemaniku? Hang out?

Sebuah chat dari Zaman zulkarnaen, teman kuliahku dulu. Satu fakultas, satu jurusan dan satu angkatan denganku. Kami pernah punya masa lalu bersama. Dulu sewaktu masih kuliah di semester - semester awal, aku sempat berkencan dengannya. Tapi aku tidak ingin mengingatnya lagi. Aku mendengus. Enggan membalas chat itu.

"Eh Bi, kamu udah siapin berkas buat cari penawaran pupuk dan agrochemical? Udah mau masuk semester dua nih tahun ini. Kemaren kita udah dapat data kebutuhan pupuk dan agrochemical fix dari kebun", kata Mery membuatku melupakan pop up chat yang barusan masuk ke ponselku. Dia adalah staff bagian agronomi. Jadi data - data agronomi memang terkumpul di dia.

Dan iya. Itu tugasku. Menyiapkan semua berkas persiapan pembelian dan menghubungi pihak rekanan agar mereka mengajukan penawaran harga untuk kebutuhan kebun kami.

Semoga si bos datangnya telat, mana aku belum mempersiapkan apapun. Alamat kena ceramah lagi ini, batinku.

"Belum, Mer. Mas Ray, belum dateng kan ya?", tanyaku kalut.

"Dih, dimana ceritanya bosmu itu belum dateng jam segini, Bi? Bentar lagi juga kamu pasti dipanggil. Mau ngajak sarapan", ledek Mery.

Jangan berpikir itu adalah sarapan yang melibatkan makanan yang lezat. Karena apa? Karena Mas Rayyan Bagaskara doyannya bukan sama makanan tapi omelan dan sudah pasti aku, satu - satunya staff dia yang kenal omelannya. Mungkin kelamaan menjomblo jadi bawaannya emosi jiwa. Salah sedikit mengomel, laporan telat sebentar langsung ngegas. Duh, dosa apa aku punya bos galak.

Dengar - dengar si mas bos sudah menduda sejak tiga tahun lalu. Katanya si mantan istri tidak tahan dengan kehidupan mas bos yang masih sangat sederhana sekali kala itu. Tapi itu dulu. Sekarang sih mas bos sudah berubah. Pekerjaannya sudah mapan, sudah jadi manager. Kalau menikah lagi pasti istrinya akan sangat dimanjakan dengan materi. Apa lagi? Si galak itu tidak akan mengerti bagaimana cara mencintai yang benar.

Memang aku sudah tau bagaimana caranya? Aku juga belum tau. Makanya belum nikah - nikah.

Ngomong - ngomong masalah pernikahan. Hampir semua temanku dari jaman kuliah, SMA, SMP bahkan SD sudah menikah. Malah ada beberapa yang sudah punya anak lebih dari satu.

Tapi bagiku pernikahan bukanlah ajang lomba lari. Siapa yang lebih cepat sampai di garis finish dia yang menang. Sama sekali bukan. Memangnya pernikahan akhir dari segalanya. Lebih dari itu. Pernikahan adalah awal dari segalanya.

Kalau ditanya apakah aku ingin menikah? Tentu saja. Akan tiba waktuku menikah. Nanti. Dengan orang yang tepat di waktu yang tepat. Aku hanya harus bersabar dan tentu memantaskan diri. Begitu kata ayahku.

Daripada memikirkan kapan waktu pernikahanku, sibuk memaksa takdir lebih baik aku meminta memo permintaan pembelian pupuk dan agrochemical ke team di kebun. Salah - salah nanti mas bos makin marah dan ngomel tidak jelas padaku. Oke, aku hanya perlu bersabar.

Ingat Abi, cewek sabar kelak suaminya tampan dan sholeh, penyayang, kaya hati juga harta kayak mas bos Rayyan. Eh kalau dia mah galak bukan penyayang. Mikir apa sih aku pagi ini?

- To Be Continue -

Posting Komentar

12 Komentar

  1. Iya, pernikahan awal segalanya. Semoga menemukan tambatan hatinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak nyambung ya sama prolognya. Tapi nggak papa lah disambung - sambungin aja ya kak. hehehehe

      Hapus
  2. Hmm... apakah nanti Abigail jadinya dengan mas bos Rayyan? Aah seruuu... lanjutkeun mba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. uhuk...uhuk...
      kan ada akang zaman yang masih single?
      nggak mau dipasangkan sama akang zaman saja kah?

      Hapus
  3. Harus baca dari awal nih. Penasaran lanjutannya. Apakah Abigail jadian sama bos Rayyan? Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe,,,,semoga tidak mengecewakan ya kak. dan semoga terhibur. Aamiin.

      Hapus
  4. Hmmm mbak siap2 fokus kepernikahan nih. Doa, ikhlas dengan jodoh yang akan ketemu nantinya mbak. Kalau ada yang bilang apa jodoh dengan Mas Rayyan ….jodoh gak tau juga ya mbak….bisa jadi. Siapa tau berjodoh...Ditunggu kelanjutannya ya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga terhibur ya kak Helen. Terima kasih sudah support saya..

      Hapus
  5. Aiih bener tuh. Pernikahan bukan ajang lomba lari. Sabar aja yaa...
    Hmmm...Abigail jadinya ama siapa niiih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak seru kalau dikasih tau sekarang. hehehehe
      anyway, terima kasih ya kak hani sudah support saya.
      Semoga terhibur

      Hapus
  6. Hmm.. bingung deh, enaknya Zaman apa Rayyan ya?
    Yang lebih mapan siapa? Hahah
    #matre

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe,, realistis namanya itu kak dian,
      terima kasih supportnya kak.
      semoga terhibur ya kak....

      Hapus

Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.