Author : @sriwahyuni1504
Sudah seminggu ini Aya
menceritakan satu orang yang sama. Andre. Dan selalu tentang Andre. Jam berapa
mereka bertemu, mereka bertemu dimana dan apa saja yang Andre lakukan seminggu
ini.
Satu – dua kali aku tidak
keberatan mendengar ceritanya. Atau kalau misalkan cerita itu menyenangkan
kedua belah pihak, aku tidak masalah jika harus mendengarnya setiap malam dalam
setahun ke depan. Namun, masalahnya ceritanya cukup tragis bagiku meski bagi
Aya cerita – ceritanya selalu membuatnya bahagia, melayang dan entah kapan dia
akan kembali jatuh ke bumi. Jadi, begini ceritanya.
Andre, cowok tampan
seantero fakultas pertanian, salah satu universitas negeri di Malang. Siapa
yang tidak mengenalnya. Maksudku cewek mana yang tidak menyukainya. Bahkan Aya,
sahabatkupun begitu menggilainya. Tapi sayangnya, dia cukup dingin. Wajah
tampan itu tidak pernah terlihat bersahabat dengan siapapun, apalagi dengan
kaum hawa. Satu lagi, dia cukup temperamen. Kalau saja tidak tampan, mungkin
dia bahkan tidak akan dianggap di kampus ini.
“Tadi aku ketemu Andre di
parkiran Pertanian, Ta. Jam sepuluh. Dia melirik ke arahku.”
Ceritanya malam ini. Bukan
hanya malam ini, malam – malam sebelumnya juga ceritanya hanya sebatas itu. Wajahnya
sungguh terlihat berseri – seri. Padahal kalau saja dia mau sedikit saja waras,
versi nyata dari cerita itu hanyalah Aya yang tidak sengaja berpapasan dengan
Andre di parkiran kendaraan, di kantin fakultas atau malah di perpustakaan. Dan
masalah lirikan itu, bisa jadi itu hanya Andre yang tak sengaja melihat ke
arahnya. Mungkin dia tidak benar – benar menganggap Aya ada disana.
“Bukankah tadi kamu juga
asyik sekali ngobrol dengan Dedi. Apa sih yang kalian obrolkan?” dan memang
benar tadi tanpa sengaja aku melihat Aya dan Dedi sedang mengobrol di taman
kampus. Bukan obrolan yang menyenangkan kalau melihat dari cara Aya bicara. Dia
selalu saja ketus pada Dedi.
“Ah Dedi mah nggak penting.
Dia selalu saja mencari – cari alasan untuk ngobrol denganku.”
Yah, Aya membenci Dedi
hanya karena Dedi ketahuan menyukai Aya. Padahal Dedi cukup pintar di kelas.
Masalah penampilan memang dia kalah dibanding dengan Andre. Tapi tidakkah Aya
tau hidup tidak akan cukup jika hanya bermodal penampilan saja. Sekali saja,
kalau Aya bisa waras dalam menilai, dia akan lebih mudah tertawa dengan Dedi
disampingnya. Namun apa mau dikata, Aya sudah terlanjur membenci Dedi yang
selalu bisa membuatnya tertawa. Dia malah cinta mati pada Andre yang bahkan
tidak pernah menganggapnya ada. Baginya dunianya adalah Andre bukan Dedi.
0 Komentar
Terima kasih atas kunjungannya, jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan silahkan tinggalkan komentar anda.